Pembersihan vandalisme tak akan sentuh "street art"

id pembersihan vandalisme street

Pembersihan vandalisme tak akan sentuh "street art"

Seorang pengendara sepeda motor melintas di depan tembok yang penuh corat coret akibat aksi vandalisme di daerah Giwangan, Yogyakarta, (FOTO ANTARA/Noveradika)

Jogja (Antara Jogja ) - Pemerintah Kota Yogyakarta memastikan pelaksanaan gerakan "Jogja Bersih Vandalisme" tidak akan menyentuh keberadaan "street art" atau seni lainnya seperti mural dan grafiti.

"Kami akan terus menjalankan gerakan `Jogja Bersih Vandalisme`, sementara untuk `street art`, mural dan grafiti silakan tetap jalan. Kami tidak akan mengusik karya-karya tersebut," kata Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, terdapat perbedaan antara vandalisme dengan berbagai bentuk seni lainnya karena vandalisme sudah mengarah pada kenakalan baik yang dilakukan perorangan maupun kelompok.

"Perbedaannya memang tipis. Namun, coretan dalam vandalisme tidak mengandung pesan apapun dan cenderung mengotori keindahan kota dan berbagai fasilitas umum lainnya, bahkan ke rambu-rambu lalu lintas," katanya.

Sedangkan untuk mural dan "street art" , lanjut Haryadi berisi pesan ke masyarakat sesuai dengan kondisi Kota Yogyakarta sebagai kota yang berbudaya.

Ia berharap, seluruh komunitas seni baik mural, "street art" hingga grafiti tidak salah paham atas gerakan "Jogja Bersih Vandalisme" yang dideklarasikan pada Minggu (18/5).

Pemerintah, lanjut dia, akan memfasilitasi kelompok dan komunitas seni jalanan tersebut dengan menyediakan sebuah lokasi yang bisa digunakan untuk menyalurkan bakat seni yang dimiliki. "Nantinya bisa juga dilombakan," katanya.

Salah satu lokasi yang sudah disiapkan untuk seni mural maupun "street art" adalan di tembok sisi timur Stadion Kridosono.

"Tembok tersebut akan dihiasi oleh mural dengan pesan anti korupsi. Dimungkinkan akan ada perubahan tema sesuai kesepakatan antara komunitas itu sendiri," kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Yogyakarta Tri Hastono.

Ia mengatakan, pemerintah akan terus melakukan koordinasi untuk menyiapkan lokasi yang bisa digunakan sebagai media mural dan "street art".

"Tidak semua bangunan adalah milik Pemerintah Kota Yogyakarta sehingga kami harus melakukan koordinasi. Yang pasti, bangunan cagar budaya harus bebas dari vandalisme, mural hingga `street art`," katanya.

Sementara itu, salah satu anggota komunitas "street art" Anti-tank Andre mengkhawatirkan pemerintah tidak dapat membedakan antara vandalisme dan bentuk seni lainnya.

"Pengalaman di kota lain, tidak ada definisi yang jelas tentang vandalisme sehingga `street art` selalu dimasukkan dalam bentuk vandalisme. Padahal, vandalisme memiliki arti yang sangat luas," katanya.

Saat membuat karya "street art", lanjut dia, setiap seniman selalu memikirkan arti karya tersebut bagi masyarakat luas.

"Kami sudah menyampaikan perbedaan antara vandalisme dan karya `street art` namun sepertinya definisi kami kurang bisa diterima," katanya.

(E013)

Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.