Warga tolak ganti rugi lahan "underpass" Kemiri-Jogoyudan

id warga tolak ganti

Warga tolak ganti rugi lahan "underpass" Kemiri-Jogoyudan

Kabupaten Kulon Progo (Foto Istimewa)

Kulon Progo (Antara Jogja) - Empat warga Jogoyudan, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menolak besaran ganti rugi tanah untuk pembangunan jalan "underpass" Kemiri-Jogoyudan, karena harga yang ditetapkan apraisal dinilai terlalu kecil.

Salah satu penolak ganti rugi lahan Jogoyudan, Istilah di Kulon Progo, Senin, mengatakan berdasarkan penetapan apraisal dari tanah seluas 112 meter dan bangunan yang ada, dirinya akan menerima Rp215.367.000.

"Jumlah uang tersebut tidak bisa digunakan untuk membeli tanah dan membangun rumah di wilayah Kota Wates," kata Istilah saat mediasi antara warga dan tim pengadaan tanah yang digelar DPRD Kulon Progo.

Ia mengatakan dirinya sudah terbiasa tinggal mencari uang di Wates sehingga harus tinggal di Wates. Daripada diberi uang ganti rugi, ia meminta untuk dicarikan tanah dan bangunan yang sebanding dengan rumahnya sekarang. "Tanah dan bangunan harus di wilayah Kota Wates karena saya sudah terbiasa hidup di sini," kata Istilah.

Senada dengan Istilah, Kadari pun menyatakan tidak bisa berbuat banyak dengan uang ganti rugi yang ia terima yakni Rp227.559.000 dari tanah seluas 192 meter, rumah serta tanaman yang ada di pekarangannya.

Kadari juga belum sepakat dengan harga yang sudah ditentukan. Oleh karenanya dia berharap pemkab mengganti tempat tinggal yang sepadan dengan tanah dan rumah yang ia tempati sekarang.

"Penetapan harga ini saya sudah tidak bisa berbuat banyak. Saya juga tidak akan menggugat ke pengadilan karena tidak punya uang. Saya hanya berharap ada kebijaksanaan dari pemerintah dengan mengganti tempat tinggal demi kelangsungan hidup dan masa depan anak-anak saya," katanya.

Anggota Komisi II DPRD Kulon Progo Aji Pangaribawa mengatakan dalam proses pembebasan meskipun tanah ini meskipun dilakukan seusai undang-undang namun tidak memakai hati nurani.

Menurutnya, meskipun sesuai penjelasan apraisal penilaiannya telah menggunakan variabel-variabel, namun kenyataannya tidak sesuai di lapangan. "Contoh kecil saja, pohon rambutan sebesar itu hanya diberi harga Rp16 ribu, padahal bibit rambutan saja di pameran seharga Rp7 ribu sampai Rp 10 ribu," katanya.

Sementara itu, Kabid Bina Marga DPU Kulon Progo Gusdi Hartono mengatakan warga menghendaki ganti rugi berupa tanah pengganti, sesuai amanat undang-undang pihaknya tidak bisa mengelak. Namun pencarian tanah pengganti bukan lagi ditangani DPU.

"Kami akan membentuk tim kabupaten dengan Badan Pemberdayaan dan Bagian Pemerintahan yang di depan untuk mencari tanah pengganti. Nilai tanah penggantinya pasti juga sepadan dengan yang sudah dinilai appraisal," katanya.

(KR-STR)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024