Bantul (Antara Jogja) - Aneka kerajinan anyaman berbahan baku eceng gondok diproduksi perajin Desa Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, diekspor ke berbagai negara, di antaranya Amerika Serikat.
"Kami bukan eksportir langsung karena hanya membuat barangnya saja, namun rata-rata produk kerajinan ini diekspor ke Amerika dan Eropa kebanyakan," kata pemilik industri kerajinan eceng gondok Desa Bantul, Arif di Bantul, Senin.
Menurut dia, transaksi ekspor berbagai kerajinan eceng gondok yang diproduksi usahanya dilakukan perusahaan eksportir yang selama ini sudah menjadi mitra dalam memasarkan produk kerajinan baik ke dalam maupun luar negeri.
"Sementara kami hanya perajin kecil yang menjadi suplier (penyedia) bagi perusahaan-perusahaan eksportir," kata Arif yang kini sudah mempekerjakan tenaga kerja berjumlah 15 orang.
Ia mengatakan, berbagai barang kerajinan yang diproduksinya di antaranya keranjang bola basket, keranjang baju kotor, keranjang sampah kering dan berbagai keranjang anyaman dari eceng gondok dan bahan tumbuhan lainnya.
"Bahannya memang dari tumbuh-tumbuhan yang sudah tidak dipakai orang, kami menyebutnya eceng gondok, ada juga dari pelepah pisang, daun kelapa yang orang tidak menyangka itu bisa dibuat kerajinan," katanya.
Pihaknya enggan menyebutkan dengan rinci berapa harga setiap barang kerajinan anyaman tersebut, hanya saja dalam sebulan pihaknya mampu memproduksi hingga ratusan item barang, dengan mayoritas keranjang bola basket.
"Tidak mesti setiap bulan (produksi kerajinan), karena tergantung kemampuan tenaga kerja, karena ini murni kerajinan tangan yang tidak menggunakan mesin, namun seperti keranjang bola basket itu bisa sekitar 300 buah," katanya.
Arif yang merintis usaha membuat kerajinan anyaman sejak 2006 ini awalnya menyetor barang ke pasar Beringharjo Yogyakarta, namun tidak disangkanya produkknya semakin diminati dan bahkan hingga konsumen dari luar negeri.
Sementara itu, ia mengatakan, untuk bahan baku pihaknya mendatangkan dari sejumlah daerah luar Kabupaten Bantul, seperti Kulon Progo dan Gunung Kidul, bahkan ada yang dari luar DIY seperti dari Surakarta (Jawa Tengah).
"Barang tidak mesti ada, karena ada masa-masa sudah didapat, seperti saat musim kemarau sulit bahan baku, kalaupun ada harganya naik, jadi kendala tidak hanya faktor alam, namun juga orang-orangnya," katanya.
KR-HRI