Bantul, (Antara Jogja) - Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengimbau masyarakat setempat tidak mengandalkan "fogging" petugas kesehatan dalam mengantisipasi penularan penyakit demam berdarah dengue.
"Masyarakat harus merubah `mindset` antisipasi penularan penyakit DBD dengan tidak mengandalkan fogging, tapi mengedepankan PSN (pemberantasan sarang nyamuk)," kata Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan Dinkes Bantul Pramudi Darmawan di Bantul, Kamis.
Menurut dia, tidak sedikit masyarakat yang masih mengandalkan penyemprotan ketika warga di daerahnya menderita penyakit akibat aedes aegypti itu, padahal tindakan itu hanya membasmi nyamuk dewasa, bukan jentiknya.
"Dan masyarakat sendiri baru sadar dan meminta ada fogging bila sudah ada yang menderita DBD," kata Pramudi.
Ia mengatakan Dinkes Bantul tidak bisa serta-merta menerjunkan petugas penyemprotan ke wilayah tertentu sebelum melakukan survei ke lokasi terlebih dulu bila ada laporan kewaspadaan penularan DBD dari rumah sakit.
Selain itu, kata dia, survei dilakukan jika ada laporan dari masyarakat yang disertai keterangan rumah sakit atau puskesmas guna memastikan ada penderita demam berdarah.
"Jika hasil survei menunjukkan status bebas jentik di atas 95 persen baru melakukan penyemprotan. Tidak boleh sembarangan menyemprot, karena bisa membuat nyamuk makin kebal," katanya.
Pihaknya berharap masyarakat menjaga kebersihan lingkungan, termasuk perabot-perabot yang menjadi tampungan air, seperti bak penampungan air, kaleng dan botol bekas, karena Dinkes mustahil mengecek dan memastikan satu persatu wilayah itu.
"Dan fungsi petugas jumantik (juru pemantau jentik) sendiri hanya mengecek ada jentiknya atau tidak. Kalau ada baru kemudian memberikan edukasi," katanya.
Sementara berdasarkan data jumlah penderita DBD milik Dinkes Bantul pada 2016, pada Januari berjumlah 180 penderita, sementara pada Februari berjumlah 84 pasien, sehingga total sebanyak 264 penderita.***4***
(KR-HRI)