Tiwul diolah berbagai cita rasa mengundang selera

id Tiwul

Tiwul diolah berbagai cita rasa mengundang selera

Makanan tradisional khas Gunung Kidul, tiwul (Foto ANTARA/Mamiek)

Gunung Kidul, 4/5 (Antara) - Olahan tiwul makanan khas di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, diolah dengan berbagai cita rasa supaya tidak ditinggalkan konsumen.

Tiwul berbahan dasar singkong ini mengalami perubahan seiring tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah itu.

"Gunung Kidul terkenal dengan makanan khasnya, yaitu tiwul. Tetapi seiring tingkat kesejahteraan masyarakat yang meningkat, tiwul mulai ditinggalkan konsumennya. Oleh karena itu, kami terus melakukan inovasi dan modifikasi tiwul agar tetap digemari semua kalangan masyarakat," kata pemilik kios "Tiwul Pak Lambang" Wonosari, Agus Lambang Kristianto di Gunung Kidul, Jumat.

Ia mengatakan tiwul merupakan makanan pengganti beras. Seperti diketahui bersama, petani hanya bisa menanam padi satu kali dalam satu tahun, karena sulitnya air. Sehingga petani, menanami lahan tegalan dengan tanaman ketela. Ketela tersebut dijemur supaya kadar airnya kering.

Ketela yang dikeringkan diberi nama gaplek, kemudian disimpan ditempat kering dan diolah setiap membutuhkan. Pembuatan tiwul sangat mudah. Bahan bakunya yaitu gaplek atau ketela pohon yang dikeringkan, kemudian dihaluskan menjadi tepung. Selanjutnya dikukus selama 15 menit.

Dalam proses memasak tersebut, bisa ditambahkan gula atau kelapa yang sudah diparut.

"Permintaan konsumen kebanyakan rasa gurih. Sehingga tiwul yang siap dimakan dapat dicampur dengan kelapa parut. Tiwul juga dapat dimasak dengan rasa manis, dengan menambahkan atau dicampuri gula merah saat dimasa," katanya.

Seiring tumbuhnya sektor pariwisata, lanjut Lambang, tiwul tidak hanya satu rasa saat ini sudah berubah menjadi beberapa rasa. Ia mengolah makanan yang biasanya rasa manis diubah menjadi aneka rasa, dan langsung dibuat saat pemesanan.?

Ia terus berinovasi, tiwul manis yang awalnya hanya memiliki rasa gula jawa dibuatnya memiliki enam rasa yang berbeda. Mulai dari rasa kopi, nangka, pandan dan bahkan tiwul rasa coklat. "Tidak ada yang mengajari saya membuat tiwul, semuanya murni coba coba. Intinya usaha itu memang harus dimulai dari dalam hati,"katanya.

Dia mengaku seluruhnya dia tangani sendiri, seperti membuat tiwul, menyiapkan bahan baku bahkan promosi. Namun berkat pengalamanya bekerja sebagai marketing pada sebuah leasing, bapak dua orang putri ini menguasai berbagai macam promosi yang biasa digunakan.

"Pasang banner sendiri, ya pokoknya semuanya sendiri. Sampai ada banner yang malam saya pasang , paginya udah hilang di curi orang," katanya.

Lambang mengatakan, kebersihan tiwul yang dia buat. Dengan dibantu dua orang karyawan. Lambang memastikan seluruh tiwul yang dijual dalam kondisi higienis dan baru. "Kami jarang membuat stok tiwul lama, semuanya baru karena tiwul yang kami jual merupakan tiwul yang baru kami angkat dari? atas kompor. Jangan salah, satu tiwul ini kita buat 10-15 menit saja. Makanya saya siapkan 16 tungku," katanya.

Dia mengatakan, hasil produksi tidak hanya di sukai warga lokal. Paduan kelapa dan tepung gaplek yang diracik secara pas berhasil memikat lidah para pejabat di Lingkungan Pemkab Gunung Kidul. Bahkan memiliki pelanggan dari negara tetangga yakni Malaysia.

"Kalau pelanggan yang Malaysia datang langsung biasanya mereka betah di sini karena desain toko yang antik. Berbagai properti ini memang sengaja saya siapkan untuk menarik wisatawan," katanya.