Pakar: Indonesia harus perkuat posisi pada perjanjian investasi internasional

id uii

Pakar: Indonesia harus perkuat posisi pada perjanjian investasi internasional

Prof Sefriani menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Internasional UII ( foto istimewa) (Foto Istimewa)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Indonesia harus menyusun strategi untuk memperkuat posisi tawar negeri ini pada semua perjanjian investasi internasional khususnya Bilateral Investment Treaty (BIT), kata pakar hukum internasional Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Prof Sefriani.

"Indonesia harus bisa memanfaatkan instrumen hukum internasional itu untuk kepentingan negeri ini, bukan sebaliknya hanya pihak asing yang memanfaatkan BIT untuk kepentingannya," kata Sefriani dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Internasional UII di Yogyakarta, Sabtu.

Dalam pidato ilmiah berjudul "Membumikan dan Memanfaatkan Hukum Internasional: Model BIT untuk Indonesia", Sefriani mengatakan Indonesia juga harus mengidentifikasi risiko yang berpotensi muncul dari klausul penyelesaian sengketa yang dirumuskan dalam BIT yang sudah diratifikasi dan masih berlaku untuk Indonesia.

"Selain itu, Indonesia juga harus segera menyusun template model BIT Indonesia yang baru sebagai dasar negosiasi dengan negara mitra. Ada beberapa rekomendasi untuk model BIT Indonesia yang baru," kata perempuan kelahiran Temanggung, 6 September 1969 itu.

Rekomendasi itu antara lain perlindungan investasi dan liberalisasi tidak boleh mengorbankan kepentingan negara dalam membuat kebijakan untuk kepentingan publik, BIT baru hendaknya memuat klausul kewajiban investor asing, tidak hanya kewajiban Indonesia saja selaku tuan rumah, BIT baru hendaknya menjamin tidak adanya "denial of justice" terhadap investor.

Selanjutnya, BIT baru hendaknya merevisi definisi istilah-istilah seperti investasi, Fair and Equitable Treatment (FET), "expropriation" yang selama ini diberikan dengan yang sangat terbuka dan membuka peluang ditafsirkan dengan sangat luas, mekanisme penyelesaian sengketa dalam BIT baru hendaknya dengan persyaratan tertentu seperti "consent in writing" dan harus dilakukan melalui perjanjian terpisah (SWA).

Selain itu, kemungkinan pembentukan Investor-State Dispute Settlement (ISDS) baru selain International Centre Settlement Investment Dispute (ICSID) dan UNCITRAL.

"Sebagaimana diakui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa Indonesia-investor asing di forum ISDS adalah kurangnya pemahaman terhadap kewajiban yang muncul dari BIT di berbagai kalangan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif juga di tingkat pusat maupun daerah," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, sangat penting membumikan hukum internasional tersebut di Indonesia agar negeri ini bisa memanfaatkan hukum internasional terhadap pihak-pihak asing untuk kepentingan Indonesia.

"Sudah bukan saatnya Indonesia hanya dijadikan objek, di mana pihak-pihak asing menggunakan hukum internasional terhadap Indonesia untuk kepentingan mereka," kata Sefriani.

Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024