Petani Gunung Kidul memanfaatkan padi puso untuk pakan ternak

id Padi puso,sawah kering

Petani Gunung Kidul memanfaatkan padi puso untuk pakan ternak

Petani Gunung Kidul memanfaatkan tanaman padi atau damen untuk pakan ternak. Saat ini, pakan ternak saat kemarau sangat mahal. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Gunung Kidul (ANTARA) - Kalangan petani di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memanfaatkan tananam padi puso untuk pakan ternak supaya kerugian tidak semakin parah.

Salah satu petani di Kecamatan Patuk Suyanto di Gunung Kidul, Kamis, mengatakan lahannya juga mengalami kekeringan sehingga tanamannya gagal panen.

"Kami sudah ikhlas dan pasrah, karena memang cuacanya tidak bisa diprediksi. Selain itu, tanaman yang gagal panen masih bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak," kata Suyanto.

Ia mengatakan sejak pertengahan April, wilayah sudah tidak ada turun hujan. Kondisi cuaca tanun ini, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya karena turunnya hujan pada tahun lalu tepat waktu.

"Tahun ini, kemarau datang lebih awal. Hal ini tidak terprediksi oleh para petani, sehingga gagal panen tidak dapat dihindari," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Gunung Kidul Bambang Wisnu Broto mengatakan tanaman-tanaman yang mengalami puso tersebut sudah dicabut oleh para petani biasanya tanaman-tanaman yang gagal panen akan dipergunakan untuk pakan ternak.

"Saat musim kemarau pakan ternak biasanya akan lebih mahal. Untuk mensiasati keluarnya biaya lebih banyak biasanya para petani akan mempergunakan tanaman gagal panen untuk pakan ternak dan hal seperti ini sudah biasa di kalangan petani Gunung Kidul," katanya.

Ia mengatakan pada akhir Mei kekeringan telah berdampak pada 400 hektare lahan pertanian di Gunung Kidul, hingga saat ini jumlah luasan lahan yang terdampak semakin meluas yaitu mencapai 1.918 hektare.

Ia mengatakan puso diakibatkan karena curah hujan sudah tidak muncul lagi di Kabupaten Gunung Kidul. Pada 2019 kali ini curah hujan sangat sedikit sekali karena pada curah hujan muncul baru pada Desember 2018. Kemudian, pertengahan April sudah tidak ada lagi curah hujan.

"Pada tahun ini iklim sangat berbeda dibanding dengan tahun tahun sebelumnya," katanya.
    Baca juga: Lahan pertanian di Dlingo terdampak kekeringan akibat kemarau