Jakarta (ANTARA) - Pengoperasian tambang bawah tanah akan menjadi solusi meningkatkan produksi mineral dan batubara seiring mulai menipisnya cadangan tambang terbuka atau open pit.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menjelaskan eksploitasi tambang terbuka semakin tidak menguntungkan karena nisbah kupas (stripping ratio) semakin tinggi, yakni perbandingan antara jumlah lapisan tanah penutup dengan jumlah produk tambang yang dihasilkan.
"Hasil kajian teknis dan evaluasi ekonomi beberapa tambang terbuka merekomendasikan batas maksimal tambang terbuka. Pada kedalaman transisi, metode tambang terbuka harus diubah menjadi tambang bawah tanah," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Tambang terbuka disebut menimbulkan tantangan teknis terkait permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan hidup.
Penerapan teknologi 4.0 dalam dunia pertambangan berupa autonomous dan otomation peralatan tambang akan mengurangi risiko kecelakaan tambang tersebut.
Selain itu, persyaratan standar lingkungan yang tinggi mendorong untuk semakin meningkatnya penggunaan sistem kendaraan listrik untuk kendaraan dalam tambang jika dibandingkan kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak.
Perhapi meminta industri pertambangan harus cepat beradaptasi dan mengembangkan teknologi serta sumber daya manusia untuk menuju operasi tambang bawah tanah.
"Produk tambang masih sangat dibutuhkan untuk mendukung kehidupan modern. Kebutuhan bahan baku untuk industri berteknologi tinggi masih sangat bergantung dengan mineral hasil pertambangan, terutama logam tanah jarang," kata Rizal.
Sejumlah industri pertambangan dalam negeri sudah ada yang bergerak ke tambang bawah tanah, salah satunya PT Freeport Indonesia.
Perusahaan ini menginvestasikan dana sebesar 1,3 miliar dolar AS untuk operasional tambang bawah tanah, sehingga produksi bijih tembaga bisa meningkat sebanyak 60 persen dari kapasitas produksi mulai 2022 mendatang.
Freeport menggunakan metode block caving yang merupakan cara penambangan bawah tanah dengan efisiensi sumber daya, blok-blok besar bijih di bawah tanah dipotong dari bawah sehingga bijih itu runtuh akibat gaya beratnya sendiri. Setelah runtuh, bijih ditarik dari drawpoint dan diangkut menuju alat penghancur.
Pada tambang bawah tanah deep ore zone (DOZ), alat louder memindahkan lumpur bijih ke dalam ore pass menuju saluran pelongsor untuk diisi ke truk-truk angkut, kemudian dipindahkan ke alat penghancur.
Dari sana, biji yang telah dihancurkan dikirim ke pabrik pengolahan melalui ban berjalan atau conveyor belt.
Kegiatan penambangan bawah tanah memiliki tantangan mulai dari bencana longsor, gas beracun hingga gempa bumi yang menjadi ancaman serius bagi para pekerja tambang.
Penggunaan teknologi teranyar hingga manajemen kecelakaan kerja merupakan upaya dalam mengatasi persoalan tambang bawah tanah.