Keraton Yogyakarta meniadakan Lampah Budaya Mubeng Beteng

id mubeng beteng,lampah budaya mubeng beteng,Keraton Ngayogyakarta,Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta meniadakan Lampah Budaya Mubeng Beteng

Arsip. Warga dengan mengenakan busana Jawa melakukan Laku Bisu Mubeng Beteng Keraton (berjalan memutari benteng Kraton tanpa bicara) saat melintas di depan Plengkung Gading, Yogyakarta, Selasa (5/11) dini hari. Laku bisu mubeng benteng yang diikuti oleh abdi dalem Kraton Yogyakarta bersama warga Yogyakarta tersebut dalam rangka memperingati Tahun Baru 1435 H. (ANTARA FOTO)

Yogyakarta (ANTARA) - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat meniadakan lampah budaya "Tapa Bisu Mubeng Beteng" yang digelar setiap malam tahun baru Jawa 1 Sura atau tahun baru Islam 1 Muharam, mempertimbangkan situasi pandemi COVID-19 yang belum usai.

"Kondisi penularan COVID-19 kelihatannya belum selesai, sehingga kami lebih baik menghindari situasi yang tidak menyenangkan ini," ujar Pengajeng Urusan Keprajan Kawedanan Parentah Hageng Keraton Yogyakarta KRT Wijaya Pamungkas saat dihubungi di Yogyakarta, Jumat.

KRT Wijaya menuturkan Tapa Bisu Mubeng Beteng yang biasa digelar setiap tahun merupakan hajat kawula dalem atau diinisiasi oleh para abdi dalem dalam rangka menyambut tahun baru Islam dan tahun baru Jawa.

Sebelum pandemi, ritual itu biasa diwujudkan dengan berjalan mengelilingi Beteng Keraton tanpa berbicara diikuti para abdi dalem keraton bersama ribuan warga Yogyakarta.



Tapa bisu atau tidak berbicara sembari mengelilingi Beteng Keraton itu, menurut dia, dimaksudkan sebagai sarana introspeksi diri terhadap apa yang dilakukan pada tahun lalu, dan memperbaiki diri memasuki tahun baru.

Meski tahun ini kegiatan itu ditiadakan, lanjutnya, sebagai penggantinya para abdi dalem menggelar acara "Umbul Donga" atau doa bersama di Keben Keraton atau di sekitar Bangsal Ponconiti Keraton Yogyakarta pada Jumat (29/7) malam bertepatan malam 1 Sura Ehe 1955/1 Muharam 1444 Hijriah mulai pukul 18.00 WIB.

"Karena Keraton Ngayogyakarta merupakan kerajaan Islam, mengingat malam hari ini bersamaan 1 Muharam 1444 Hijriah, abdi dalem dan kawula Ngayogyakarta doa bersama," tutur Wijaya Pamungkas.

Doa bersama diawali dengan lantunan Kidung Pandonga atau tembang macapat, yang dipimpin oleh KMT Projosuwasono.

Selanjutnya, ada Utusan Dalem yang hadir untuk membuka acara, kemudian agenda ditutup dengan doa awal tahun secara bersama-sama yang dipimpin oleh Kanca Kaji.

"Bersama-sama mohon kepada Allah SWT, semoga COVID-19 segera hilang, kemudian tahun yang akan datang semoga membawa kesejahteraan bagi negara, khususnya rakyat Yogyakarta serta menjaga agar kesatuan tetap ada," kata dia.

Pada 1-3 Agustus 2022, Museum Pagelaran dan Kedhaton Keraton Yogyakarta akan tutup sementara bagi wisatawan.



Hal ini bertepatan dengan agenda Siraman Pusaka yang biasa digelar saat bulan Sura.

Siraman atau jamasan pusaka di kompleks Kedhaton tertutup untuk umum. Sedangkan Jamasan Kereta Kencana dapat disaksikan oleh masyarakat dengan tetap menjaga protokol kesehatan.

Nantinya ada dua kereta kencana yang dijamas, yakni Kanjeng Nyai Jimat sebagai kereta utama dan Kiai Manik Retno sebagai kereta pendherek (kereta pengiring).

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Keraton Yogyakarta tiadakan Lampah Budaya Mubeng Beteng
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024