Gunungkidul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih melakukan penghitungan besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota tahun 2023 dengan ada kebijakan baru dari Kementerian Tenaga Kerja.
Kepala Bidang Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian Koperasi UMKM Tenaga Kerja Gunungkidul, Taufik Nur Hidayat di Gunungkidul, Jumat mengatakan adanya kebijakan baru penghitungan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2023, pihaknya belum mengusulkan nominal.
"Kami harus melakukan pembahasan dan kajian baru lebih lanjut," kata Taufik.
Ia mengatakan usulan UMK perlu ada penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dulu. Setelah ada penetapan UMP, baru UMK diusulkan.
"Sampai saat ini, kami masih menunggu penetapan UMP 2023 dari Pemda DIY. Apalagi menurutnya, jadwal penetapannya terus berubah," katanya.
Taufik pun juga mengakui belum ada pembahasan inti tentang UMK 2023. Adapun pembahasannya melibatkan serikat pekerja, asosiasi pengusaha, pemerintah, hingga ahli.
"Kemarin memang ada pertemuan, tapi lebih untuk perkenalan karena saya masih baru mengisi posisi ini," kata Taufik.
Meski belum ada pembahasan, usulan dari serikat pekerja sudah ada terkait UMK 2023. Mereka mengusulkan kenaikan 10 persen.
Taufik tidak mempermasalahkan usulan tersebut. Hal-hal menentukan UMK, ada sejumlah indikator yang harus dipenuhi sebagai dasar.
"Indikatornya juga mengacu pada regulasi dari pusat," katanya.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Gunungkidul Budiyono menilai kenaikan 10 persen cukup realistis. Dasarnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga inflasi.
"Kami memaklumi kondisi saat ini. Apa pun kebijakannya, kami berharap tidak merugikan buruh," katanya.