Benarkah perang Rusia-Ukraina perkuat NATO?

id NATO, KTT NATO 2023,Konflik Rusia Ukraina,Relevansi NATO

Benarkah perang Rusia-Ukraina perkuat NATO?

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, Presiden Turki =Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson pada 10 Juli 2023, menjelang KTT NATO di Vilnius, Lithuania. (NATO)

Jakarta (ANTARA) - Entah berkah atau bukan, perang Ukraina melawan Rusia, justru menguatkan lagi relevansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dengan realitas hubungan internasional saat ini.

Tentu saja ini pandangan negara-negara Barat yang menjadi anggota NATO, bukan pandangan dunia. Namun, suka atau tidak suka, dunia harus mengakui bahwa fakta itu sudah menjadi realitas hubungan internasional saat ini.

Untuk pertama kali sejak digugat relevansinya dengan tatanan dunia setelah Perang Dingin berakhir dan Uni Soviet ambruk, NATO mendapatkan lagi pijakan untuk menyatakan diri tetap relevan dengan zaman.

Pijakan itu justru didapatkan, sebagian karena manuver yang agak gegabah dari salah satu negara yang menggugat relevansi NATO, yakni Rusia.

Invasi Rusia di Ukraina tepat menjawab hal yang amat ditakutkan Presiden Vladimir Putin, yakni kerja sama pertahanan yang kian erat antara negara-negara Barat, tulis Wall Street Journal dua hari menjelang KTT NATO digelar di Vilnius, Lithuania, pada 11 Juli 2023.

Bagaimana tidak, dulu saat Perang Dingin dan ekspansi pengaruh Uni Soviet mengharu biru dan Eropa selama puluhan tahun, negara-negara netral, seperti Swedia dan Finlandia, tak pernah terusik untuk ganti sikap.

Namun, justru akibat perang Ukraina-Rusia yang "baru" memasuki tahun kedua, Swedia dan Finlandia rela merobohkan benteng netralitas yang sudah mereka jaga bertahun-tahun.

Finlandia sudah diterima menjadi anggota ke-30 pakta pertahanan itu, sementara Swedia masih tergantung sikap Turki dan Hungaria.

Namun, beberapa saat sebelum KTT NATO di Vilnius mulai, Turki memberikan lampu hijau kepada Swedia untuk menjadi anggota NATO. Tak ada yang mengira begitu cepatnya NATO memperluas jangkauannya.

Bentuk awal NATO adalah perjanjian pertahanan antara Inggris dan Prancis pada 1947, yang setahun kemudian melibatkan negara-negara Benelux (Belgia, Belanda dan Luksemburg), dengan tujuan mencegah invasi Uni Soviet.

Setahun kemudian, Amerika Serikat bergabung, terutama setelah Presiden Harry Truman menyampaikan "Doktrin Truman" yang merupakan upaya Amerika Serikat dalam membendung komunisme internasional pimpinan Uni Soviet.

Pada 4 April 1949, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan tiga negara Benelux, ditambah Kanada, Portugal, Italia, Norwegia, Denmark, dan Islandia, memproklamasikan berdirinya NATO.

Enam tahun kemudian, Uni Soviet membentuk aliansi pertahanan tandingan bernama Pakta Warsawa pada 14 Mei 1955.

Segera setelah itu, dunia diselimuti perang terselubung yang tak menciptakan konfrontasi militer terbuka yang disebut kolumnis Walter Lippmann sebagai "Perang Dingin".


Berubah drastis

Selama separuh abad, dunia dihinggapi Perang Dingin. Negara-negara diharuskan memilih antara Blok Barat dan Blok Timur, sampai pada 1962 sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, membangun kekuatan alternatif, bernama Gerakan Non Blok.

Pada akhir 1990-an, peta geopolitik global berubah drastis, setelah Blok Timur ambruk pada Juli 1991, yang diawali oleh munculnya gerakan Solidaritas di Polandia dan runtuhnya Tembok Berlin pada November 1989.

Empat bulan setelah Pakta Warsawa bubar, Uni Soviet bubar pada 26 Desember 1991. Seluruh dari 15 republik dalam Uni Soviet pun memerdekakan diri guna membentuk 15 negara merdeka, termasuk Ukraina.

Dua puluh tahun setelah itu, 13 negara eks Blok Timur, termasuk tiga negara pecahan Soviet (Estonia, Latvia dan Lithuania), bergabung dalam NATO.

Rusia yang dianggap "pewaris Uni Soviet" tak menerima kenyataan ini. Perasaan dikepung NATO membuncah, terutama sejak Vladimir Putin menjadi Presiden Rusia.

Putin merasa NATO telah mengkhianati komitmennya untuk tidak memperluas keanggotaan NATO ke timur Eropa.

Tiga tahun setelah tiga negara Baltik pecahan Soviet bergabung dalam NATO, pada Konferensi Keamanan Muenchen 2007, Putin pun terang-terangan menuding Barat telah ingkar janji. Sebaliknya, AS dan sekutu-sekutunya merasa tidak melanggar apa-apa.

Mereka berkilah, apa yang dijanjikan James Baker (saat itu menteri luar negeri AS) pada 9 Februari 1990 kepada pemimpin Soviet terakhir Mikhail Gorbachev, adalah hanya berkaitan dengan Jerman Timur yang waktu itu di ambang menyatu lagi dengan Jerman Barat.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Invasi Rusia di Ukraina membuat NATO merasa kian relevan?

Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2025