CRCS UGM: Relokasi bukan solusi mengatasi konflik kebebasan beragama

id kebebasan beragama,UGM,CRCS

CRCS UGM: Relokasi bukan solusi mengatasi konflik kebebasan beragama

Ilustrasi - ANTARA

Yogyakarta (ANTARA) - Direktur Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Abidin Bagir mengatakan relokasi bukan solusi yang baik dalam mengatasi konflik terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan.

"Model penyelesaian yang mengharuskan relokasi untuk menjadi sebuah pilihan jangan sampai terulang kembali," ujar Zainal saat diskusi buku "Mengelola Konflik, Memajukan Kebebasan Beragama" di Auditorium Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM, Yogyakarta, Rabu.

Penyelesaian dengan cara relokasi, kata Zainal, antara lain terjadi pada kasus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor yang proses penyelesaiannya menelan waktu hingga 15 tahun.

Menurut dia, berlarutnya kasus itu, di antaranya disebabkan proses mediasi dan relasi antarkelompok yang tidak terbangun.

Sebaliknya, kata Zainal, antarkelompok saling menggugat secara legal formal ke pengadilan, sehingga tidak pernah mencapai titik temu.

"Seharusnya diselesaikan lebih awal dengan mediasi dan negosiasi, resolusi untuk memenuhi hak semua kelompok agar tidak memilih saling gugat dan sebagainya," kata dia.

Zainal menilai advokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam dua dasawarsa makin menguat setelah ada amendemen UUD 1945 pada tahun 2000.

Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Kharisma W. Khusniah mengatakan proses relokasi pada kasus GKI Yasmin bisa dianggap untuk menormalisasi konflik, namun kebijakan tersebut justru mempertahankan praktik intoleransi di tengah masyarakat.

Di Yogyakarta, kata Kharisma, kerap menemukan kasus yang sama, di mana kelompok minoritas mengalami tekanan dan intimidasi dari kelompok mayoritas.

"Berbeda dengan saat pendirian gereja di Ngentak, Sleman, justru warga sekitar saling gotong royong membangun gereja dan masjid. di mana pihak yang berkonflik dan perwakilan negara saling membangun hubungan," kata dia.

Dosen Hubungan Internasional Fisipol UGM Diah Kusumaningrum mengatakan selama manusia hidup bersama maka selama itu pula konflik akan selalu muncul.

Menurut dia, pendekatan yang dipilih untuk menyelesaikan konflik sebaiknya yang paling sedikit mudaratnya dan mengedepankan prinsip keadilan sosial.

"Keterampilan itu hanya dapat berkembang dengan latihan dan refleksi secara berulang," ujar dia.