Summer Course Instiper-CIRAD perdalam pengetahuan pengelolaan lanskap berkelanjutan

id Summer Course ,Pengelolaan lanskap berkelanjutan ,Kawasan karst Gunungkidul

Summer Course Instiper-CIRAD perdalam pengetahuan pengelolaan lanskap berkelanjutan

Salah satu kegiatan Summer Course di Desa Wisata Ngestirejo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kamis (27/6/2024) (ANTARA/Hery Sidik)

Yogyakarta (ANTARA) - Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta bersama CIRAD dengan bantuan Suistainitiate menyelenggarakan kegiatan Summer Course dengan mengundang para dosen, peneliti dan praktisi dan mahasiswa dari Malaysia, Vietnam, Filipina dan Indonesia di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ketua Panitia Summer Course M Darul Falah dalam keterangannya Kamis, mengatakan kegiatan yang diselenggarakan di Desa Ngestirejo, Kabupaten Gunungkidul, DIY itu guna memperdalam pengetahuan, keterampilan dan kompetensi dalam pengelolaan lanskap berkelanjutan di wilayah Kabupaten Gunung Kidul.

"Summer Course ini sekaligus menjadi bagian dari promosi perkembangan pembangunan dan kehidupan masyarakat cerdas, yang diharapkan dapat diterapkan dan diperkaya skemanya di daerah lain di Indonesia maupun di Asia Tenggara," katanya.

Dia mengatakan, Kabupaten Gunung Kidul, DIY yang sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan karst yang rentan. Akan tetapi, memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologis, guna menyangga sistem kehidupan masyarakat.

Menurut dia, selain pemanfaatan sumberdaya berbasis lahan di dalam kelompok pertanian-kehutanan (agroforestry), inisiatif wisata ramah lingkungan juga mulai pesat dikembangkan di Gunung Kidul dan mendapat respon yang sangat baik dari warga DIY dan sekitarnya.

"Di sisi lain, wisata Gunung Kidul telah dicirikan juga oleh hadirnya investor swasta, yang kemudian menjadi konstelasi yang menarik ketika dihadapkan dengan wisata yang dikelola komunitas," katanya.

Profesor of watershed management, faculty of agriculture industrial technology Universitas Padjadjaran Chay Asdak.



Sementara itu, profesor of watershed management, faculty of agriculture industrial technology Universitas Padjadjaran Chay Asdak mengatakan, karst mempunyai potensi yang melimpah dan ciri yang khas, dengan luasnya mencakup 20 persen dari total wilayah Indonesia. Sumber penting air tanah yang tersedia.

"Oleh karena itu, air tanah karst menjadi sumber air utama, bahkan laporan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyatakan bahwa 25 persen persediaan air dunia disimpan di kawasan karst," katanya.

Dia mengatakan, batas daerah tangkapan air pada kawasan karst berbeda dengan kawasan non karst. Di kawasan non karst, batasnya didasarkan pada pembagian topografi yang diwakili oleh punggung bukit, sedangkan di kawasan karst batasnya ditentukan dengan menganalisis morfologi permukaan.

"Seperti kenampakan perbukitan karst dan jaringan lembah pada peta topografi atau kontur. Pemisahan topografi hanya dapat digunakan apabila penetapan batas daerah tangkapan juga mempertimbangkan kondisi perkembangan karst pada kawasan karst tersebut," katanya.

Menurut dia, lanskap ekosistem kars di Gunungkidul hidrologinya bagus. Maka dari itu agroforestry bisa menjadi alternatif yang bagus untuk pengelolaan lahan berbasis ekonomi lokal yang berkelanjutan.

"Meski demikian, sumber daya pesisir sebagai potensi wisata harus dilindungi sedimentasi dari aktivitas landskap," katanya.
 

Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta Agus Setyarso


Sementara itu, Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta Agus Setyarso mengatakan, lanskap berfungsi sebagai unit yang memproduksi barang dan memberikan jasa bagi perekonomian, serta menyediakan sistem pendukung yang diperlukan.

"Hal ini berarti perekonomian dan sistem pendukungnya merupakan pasangan dan saling terkait satu sama lain. Banyak yang menganut aliran pemikiran bahwa ekonomi adalah prioritas utama dan lingkungan hidup diposisikan sebagai penghambat dan bereaksi ketika hal tersebut terlampaui," katanya.

Dia mengatakan, hal ini untuk menyatakan bahwa sudah waktunya untuk mengubah pola pikir. Pendekatan ekonomi harus diarahkan kembali. Sebaliknya, sudah waktunya untuk memberikan ruang yang cukup bagi lingkungan untuk hidup.

"Kita memerlukan lingkungan yang berkelanjutan agar ekonomi berkelanjutan dapat berjalan," katanya.