Yogyakarta (ANTARA) - Satu per satu kolega menyalami Junaidi dalam sebuah tasyakuran di Srimanganti Restaurant, Hotel Grand Keisha. Sore itu, suasana penuh kehangatan dan kebanggaan. Ucapan selamat berdatangan untuk dosen Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) tersebut. Sebab, beberapa waktu sebelumnya, tepatnya Rabu, 6 Februari 2025, Junaidi resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar di bidang Audit. Sebuah pencapaian yang luar biasa.
Namun, siapa sangka, di balik gelar kehormatan itu, Junaidi merupakan putra seorang petani yang juga pedagang pasar. Lahir dan dibesarkan dalam keluarga sederhana, perjalanan hidupnya penuh dengan perjuangan. Ia tumbuh di desa, dalam lingkungan yang jauh dari kemewahan. Namun, keterbatasan bukanlah alasan untuk menyerah. Justru, dari sanalah tekadnya untuk maju semakin kuat.
Orang tuanya, yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar, bekerja sebagai petani sekaligus berjualan di pasar untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Meski demikian, mereka selalu menanamkan pentingnya pendidikan kepada anak-anaknya. Junaidi memiliki seorang kakak perempuan yang menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SLTA, sementara adik laki-lakinya berhasil meraih gelar sarjana. Harapan orang tua mereka sederhana: kehidupan anak-anaknya harus lebih baik dari mereka.
"Saya lahir dari keluarga yang biasa-biasa saja," kata Junaidi, Jumat (21/2).
Sejak kecil, ia terbiasa hidup mandiri. Setiap pagi, selepas subuh, ayah dan ibunya sudah berangkat ke pasar untuk berdagang. Kesibukan itu membuat Junaidi dan saudara-saudaranya harus mengurus diri sendiri, mulai dari menyiapkan perlengkapan sekolah hingga mengambil keputusan penting dalam hidup.
Mimpinya menjadi dokter begitu kuat. Setelah lulus SMA dengan jurusan IPA, Junaidi memberanikan diri mengikuti ujian seleksi masuk jurusan Kedokteran di Universitas Gadjah Mada (UGM). Dengan penuh keyakinan, ia mengerjakan soal-soal ujian, berharap bisa mewujudkan impian masa kecilnya. Namun, takdir berkata lain. Ia tidak lolos seleksi.
Kekecewaan sempat menyelimuti hatinya. Gagal masuk kedokteran membuatnya harus memikirkan langkah berikutnya. Setelah mempertimbangkan berbagai pilihan, akhirnya ia memutuskan untuk beralih ke bidang lain. Ia memilih jurusan Akuntansi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Yogyakarta, yang kini dikenal sebagai UTY.
"Mungkin Tuhan berkehendak lain, pada akhirnya saya menyelesaikan S1 Akuntansi tahun 1998," ujarnya
Selama kuliah, Junaidi tidak hanya menjadi mahasiswa biasa. Ia aktif dalam berbagai kegiatan akademik dan sempat menjadi asisten dosen. Pengalaman itu membuka jalannya menuju dunia pendidikan. Setelah lulus, ia mencoba peruntungannya dengan mengikuti seleksi calon dosen di STIE Yogyakarta. Keberuntungan berpihak padanya. Tahun 1999, ia resmi menjadi dosen di kampus tersebut.
Kesempatannya untuk terus belajar pun terbuka lebar. Pada tahun 2002, Junaidi mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi Magister Sains Akuntansi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM. Perjalanan akademiknya berlanjut hingga tingkat doktoral. Meskipun jalannya tidak selalu mulus dan penuh tantangan, ia tetap gigih. Akhirnya, pada tahun 2014, ia berhasil menyelesaikan Program Doktor Akuntansi di FEB UGM.
Dorongan impian orang tua yang menginginkan dirinya menjadi guru, serta ketekunan dan semangatnya sendiri, membawa Junaidi pada pencapaian yang luar biasa. Ia akhirnya menyandang gelar Guru Besar di bidang Audit di Universitas Teknologi Yogyakarta. Semua perjalanan hidupnya ia hadapi dengan pikiran positif.
"Alhamdulillah, cita-cita dulu juga tercapai. Walaupun awalnya ingin jadi dokter, tapi sekarang tetap bisa disebut dokter juga," candanya.
Tasyakuran itu menjadi momentum spesial bagi Junaidi. Hadir dalam acara tersebut berbagai tokoh akademik dan profesional, seperti Guru Besar Unila Prof. Nurdiono; Managing Partner MNK dan Rekan Moh. Mahsun; Guru Besar FEB UGM Prof. Eko Suwardi; Rektor ITNY Setyo Pambudi; Guru Besar UGM Prof. Abdul Halim; Ketua STIM YKPN Suparmono; Direktur Utama Reka Media Much Resya; Ketua IAPI Sandra Pracipta; serta sang istri Tri Kuncahyaningsih, dan ibunya Maijem.
Pada kesempatan itu, Guru Besar FEB UGM Prof. Abdul Halim mengakui bahwa Junaidi adalah salah satu mahasiswa sekaligus koleganya yang gigih dalam mengejar mimpinya. Menurutnya, apa yang dicapai Junaidi bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang.
"Semoga bisa memberi kebermanfaatan kepada masyarakat," ucapnya.
Dari seorang anak pedagang pasar yang bercita-cita menjadi dokter hingga akhirnya menjadi Guru Besar di bidang Audit, perjalanan Junaidi adalah bukti bahwa kegigihan dan kerja keras bisa mengubah takdir. Kegagalannya di masa lalu justru membawanya ke jalan kesuksesan yang lain.