Sya'ban menjelaskan berdasarkan penghitungan hisab, ijtima atau konjungsi terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025, sekitar pukul 07.44 WIB.
Pada hari yang sama, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia sudah di atas ufuk, yakni antara 3 derajat 5,91 menit hingga 4 derajat 40,96 menit, dengan sudut elongasi 4 derajat 47,03 menit hingga 6 derajat 24,14 menit.
Ketinggian hilal tersebut telah memenuhi kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) untuk penetapan awal Ramadhan, yakni minimal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.
"Kalau peluang sama itu sangat besar ya, karena Muhammadiyah kan sudah menetapkan 1 Ramadhan 1 Maret, kemudian Syawal-nya 31 Maret. Sedangkan pemerintah dalam kalender Kementerian Agama, 1 Ramadhan itu juga 1 Maret. Sementara yang Nahdlatul Ulama (NU) untuk keperluan ibadah itu kan tetap harus rukyat," kata dia.
Meski demikian, Sya'ban mengimbau masyarakat tetap menunggu hasil sidang isbat yang akan digelar Kemenag RI setelah pelaksanaan rukyatul hilal pada 28 Februari 2025.
Kanwil Kemenag DIY telah menyiapkan lokasi pengamatan hilal secara terpusat di Pos Observasi Bulan (POB) Syekh Bela Belu, Parangtritis, Kabupaten Bantul.
Rukyatul hilal akan melibatkan berbagai pihak, termasuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), perguruan tinggi yang memiliki program studi ilmu falak, serta organisasi masyarakat (ormas) Islam.
"Kami juga undang pondok pesantren yang memang mengajarkan tentang ilmu falak atau hisab rukyat. Intinya semua kita undang baik secara kelembagaan dan juga para pakar ilmu falak," katanya.
Untuk mendukung proses rukyat, satu teleskop atau teropong utama yang telah terdigitalisasi akan digunakan di POB Syekh Bela Belu, ditambah teleskop dari berbagai instansi dan perguruan tinggi, termasuk Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Secara keseluruhan tidak kurang dari 10 unit teleskop akan digunakan.
Manakala nantinya terjadi perbedaan penetapan 1 Ramadhan, Sya'ban meminta masyarakat tetap saling menghormati dan tidak saling menjatuhkan. "Yang bisa kita lakukan adalah saling menghormati. Jangan sampai menjelek-jelekkan, apalagi merasa kelompoknya paling benar," ujarnya.
Baca juga: Bantul menggemas tradisi nyadran menjadi agenda atraksi budaya