Mengobati luka menganga dunia pendidikan dokter spesialis

id kemenkes,kementerian kesehatan,kemendiktisaintek,bullying,perundungan,dokter spesialis,kasus RSHS,aulia risma lestari,RS Oleh Mecca Yumna Ning Prisie

Mengobati luka menganga dunia pendidikan dokter spesialis

Polisi menunjukkan seorang tersangka oknum dokter kandungan yang melakukan tindak pidana pelecehan seksual terhadap pasiennya di Kabupaten Garut, Jawa Barat. ANTARA/Feri Purnama

Jakarta (ANTARA) - Awal-awal 2025, Indonesia digemparkan kabar tentang kekerasan seksual oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Universitas Padjadjaran terhadap anak seorang pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Dokter itu, PAP, mengumpulkan sisa-sisa obat bius, lantas menggunakannya untuk melancarkan aksi kriminalnya di sebuah ruangan yang tidak terpakai di RS itu. Dengan dalih untuk crossmatch darah, korban pun dibius belasan kali.

Belum selesai shock karena kejadian itu, publik krmbali dikagetkan oleh kelakuan seorang peserta PPDS Universitas Indonesia yang iseng memanjat ke atas plafon kamar dan mengarahkan gawai pintarnya ke lubang angin untuk merekam tetangga kosnya yang sedang mandi. Keisengan itu pun berbuntut ancaman 12 tahun penjara.

Seolah berita tak mengenakkan tak kunjung selesai, yang terbaru, diduga seorang konsulen menendang testis seorang peserta PPDS Universitas Sriwijaya Palembang di Rumah Sakit M Hoesin. Kementerian Kesehatan sudah mengonfirmasi laporan tersebut, dan saat ini sedang ditindaklanjuti.

Rentetan kasus yang mencuat ini lanjutan dari berbagai isu serupa terkait PPDS dari 2024; perundungan atau bullying serta pungutan liar di RSUP Kandou Manado, hingga kasus dr. Aulia Risma Lestari, seorang peserta PPDS Universitas Diponegoro yang mengakhiri hidupnya karena perundungan.

Kasus-kasus ini belum termasuk berbagai insiden lainnya di awal 2025 yang mencoreng dunia kedokteran, seperti dokter kandungan cabul dari Garut, serta dugaan pelecehan seksual oleh dokter di Malang.

Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan Murti Utami mengatakan bahwa sejak dibukanya akses layanan pelaporan perundungan pada 2024, sudah ada sebanyak 2.621 laporan yang masuk, dan sebanyak 620 di antaranya masuk dalam kategori perundungan. 363 terjadi di RS milik Kementerian Kesehatan, dan 257 terjadi di luar RS vertikal.

Untuk kasus yang terjadi di luar RS vertikal, Kemenkes bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk penyelesaiannya.

Adapun secara spesifik, laporan tentang pemerkosaan tidak ada, namun ada 3 laporan tentang pelecehan seksual dari peserta PPDS. Ketiganya sudah ditindaklanjuti.

Baca juga: Jumlah korban dugaan pelecehan dokter di Malang bertambah