Yogyakarta (ANTARA) - Di tengah mahalnya biaya pelayanan kesehatan, kisah keluarga Bernadeta Kristina menjadi bukti nyata betapa besar manfaat terdaftar sebagai peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Saat sang ayah, Wiji Utomo (80), tiba-tiba mengalami kondisi darurat dengan gejala keringat dingin, nyeri perut, dan demam, keluarga langsung membawanya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di salah satu rumah sakit di Yogyakarta.
“Semalam kami membawa Bapak ke IGD, langsung ditangani dokter. Kata dokter, harus rawat inap. Bapak menggunakan jaminan dari Program JKN, anak ketiga dari Wiji Utomo, saat ditemui sedang bersama suami dan kerabat lainnya tengah di kamar rawat inap menunggui pasien, Senin (28/04).
Kristina menceritakan pengalaman mengunakan JKN tersebut bukan pertama kalinya, karena beberapa waktu sebelumnya, Bapaknya Wiji Utomo juga pernah menjalani operasi prostat dan seluruh biayanya ditanggung BPJS Kesehatan.
“Masuk rumah sakit, operasi prostat, sampai rawat inap, semuanya gratis,” kata Kristina mengucapkan rasa syukur dan kelegaan yang dirasakan keluarganya.
Ibu dua anak ini menceritakan, Bapaknya Wiji Utomo terdaftar sebagai peserta JKN kelas tiga yang ditanggung oleh pemerintah.
“Dari pihak pasien dan keluarga pasien, kami sangat merasa terbantu. Waktu itu kami bahkan tidak tahu penyakitnya apa. Mendadak bapak bilang tidak bisa pipis. Ternyata perlu penanganan cepat dan Program JKN benar-benar membantu kami,” tambah Kristina.
Baca juga: BPJS Kesehatan imbau peserta pastikan keaktifan JKN-KIS sebelum mudik
Sebagai peserta JKN, kata Kristina, Bapaknya Wiji Utomo tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun untuk biaya perawatan.
“Bagian pendaftaran rumah sakit menyampaikan untuk rawat inap seluruhnya ditanggung BPJS Kesehatan. Sama sekali tidak mengeluarkan uang. Itu yang membuat kami merasa terbantu,” imbuh Kristina.
Tidak hanya sang ayah, Kristina dan keluarganya juga telah memanfaatkan layanan JKN untuk berbagai kebutuhan medis lainnya.
Ia sendiri telah terdaftar sebagai peserta JKN dari segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau terkenal dengan peserta mandiri dan merasakan manfaatnya saat menjalani operasi kuret akibat keguguran dan pada tahun berikutnya, kelahiran anak kedua secara caesar.
“Operasi melahirkan anak saya itu juga Rp0. Sama sekali tidak bayar,” kenang Kristina yang merupakan warga Sejati Desa RT 05/21 Sumberarum, Mayudan, Yogyakarta ini.
Bahkan suaminya, Yohanes Haryono (50), juga rutin menggunakan JKN untuk pengobatan mental yang sempat membutuhkan terapi intensif dan injeksi.
“Suami saya dulu sempat paranoid, sering merasa diajak bicara oleh orang yang tidak ada. Sekarang sudah stabil, tetapi masih harus kontrol bulanan,” ujarnya.
Kristina yang sehari-hari sebagai guru TK ini mengakui mahalnya biaya obat yang biasa dikonsumsi suaminya.
Baca juga: 12 ribu kepesertaan BPJS Kesehatan di Sleman diaktifkan kembali
“Saya pernah lihat kuitansinya, satu obat saja Rp200 ribu. Dulu obatnya macam-macam, sampai tiga jenis. Kalau dirupiahkan, banyak sekali yang harus dikeluarkan. Tetapi semua gratis karena dijamin BPJS Kesehatan,” katanya penuh haru.
Sudah lebih dari dua dekade Kristina dan keluarganya menjadi pengguna setia JKN dan selama itu pula, mereka merasakan langsung bagaimana sistem jaminan kesehatan ini menyelamatkan keuangan keluarga mereka dari beban biaya medis yang tidak sedikit.
“Kalau dihitung sejak terdaftar menjadi peserta JKN sampai sekarang, saya enggak bisa bilang berapa total biayanya. Tetapi semua gratis karena semua ditanggung BPJS Kesehatan. Saya hanya bisa bilang terima kasih banyak. Saya sangat, sangat bersyukur jadi bagian dari BPJS Kesehatan,” kata Kristina berkaca-kaca.
Kisah keluarga Kristina merupakan cerminan nyata dari fungsi jaminan sosial kesehatan sebagai pelindung masyarakat, khususnya ketika musibah datang tanpa diduga.
Di tengah banyaknya keluhan yang kadang muncul terhadap pelayanan JKN, cerita seperti milik Kristina dan keluarganya menjadi pengingat bahwa sistem ini telah menyelamatkan banyak nyawa dan juga dompet.
