Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2017–2022 Susanto mengatakan teknologi kecerdasan buatan (AI) dinilai dapat menjadi alat efektif untuk menekan penyebaran konten judi online (judol) yang kian marak di dunia maya.
“Era teknologi saat ini, cukup baik jika mampu memanfaatkan AI untuk cegah penyebaran-penyebaran konten-konten judol,” ujar Susanto saat dihubungi di Jakarta, Minggu (1/6).
Menurutnya pemanfaatan AI seharusnya menjadi bagian integral dari kebijakan pemerintah dalam mengatasi persoalan konten digital berbahaya dengan mengembangkan sistem yang mampu mendeteksi dan menghapus konten judol secara otomatis, tanpa harus menunggu laporan masyarakat.
“Judi online ini adalah musuh bersama. Tapi penanganannya belum komprehensif, sehingga anak-anak kerap menjadi korban,” katanya.
Ia menekankan bahwa tingkat kerentanan anak terhadap judol meningkat karena kedekatan mereka dengan dunia digital, sementara daya tahan diri mereka terhadap pengaruh negatif masih rendah.
“Kerentanan cukup tinggi adalah saat anak lekat dengan media digital, namun mereka belum memiliki self resilience (ketahanan diri) dan pada saat yang sama promosi judi masuk ranah daring. Ini sangat berbahaya bagi usia anak,” tegasnya.
Baca juga: Judi online jadi kasus kejahatan siber terbesar selama 2024
Lebih lanjut, ia mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membangun sistem pengamanan digital yang tidak hanya mengandalkan laporan pengguna, tetapi bersifat aktif dalam pencegahan.
“Keterpaparan anak dalam banyak kasus karena seringkali hanya menggunakan pendekatan literasi, namun seharusnya juga melakukan proteksi,” tuturnya.
Untuk anak-anak yang telah terlanjur terjerat dan menunjukkan gejala kecanduan judol, Susanto menilai perlu ada penanganan terpadu, termasuk layanan rehabilitasi.
“Kalau untuk rehabilitasi anak-anak korban judol sebaiknya yang menyediakan layanan rehabilitasi dinas sosial bersama dinas yang memiliki tugas urusan perlindungan anak di tingkat kabupaten/kota,” ujarnya.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa sepanjang 2024 terdapat 1.836 anak di bawah usia 17 tahun di DKI Jakarta yang terlibat dalam aktivitas judol, dengan nilai transaksi mencapai Rp2,29 miliar.
DKI Jakarta juga tercatat sebagai salah satu provinsi dengan kasus judol terbanyak pada Mei 2025, bersama Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: AI bisa dimanfaatkan untuk cegah penyebaran konten judol
