Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Sosial (Dinsos) Daerah Istimewa Yogyakarta meminta pemerintah kabupaten/kota segera memverifikasi data 57.343 peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dicoret dari kepesertaan usai pembaruan basis data bantuan sosial.
"Angka itu terbagi di empat kabupaten dan satu kota. Kabupaten/kota harus segera menindaklanjuti dan memverifikasi data, agar bisa dimasukkan kembali melalui skema PBPU," ujar Kepala Dinsos DIY Endang Patmintarsih saat dihubungi di Yogyakarta, Senin.
Jumlah peserta yang dicoret paling banyak berasal dari Kabupaten Gunungkidul sebanyak 18.920 jiwa, disusul Sleman 14.792 jiwa, Bantul 13.364 jiwa, Kulon Progo 6.619 jiwa, dan Kota Yogyakarta 3.648 jiwa.
Endang menjelaskan, peserta PBI JKN tersebut dicoret oleh Kementerian Sosial (Kemensos) karena basis data yang digunakan kini telah diganti dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang disusun oleh BPS.
Pencoretan tersebut merupakan tindak lanjut dari terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial Nomor: 80 Tahun 2025.
"Kalau seseorang tidak masuk dalam DTSEN, otomatis dikeluarkan dari kepesertaan. Padahal bisa saja masih layak, tapi tidak terdata. Atau sebaliknya," ujarnya.
Skema PBPU atau Pekerja Bukan Penerima Upah, menurut Endang, dapat menjadi jalur alternatif bagi warga terdampak agar tetap memperoleh perlindungan jaminan kesehatan.
Namun, menurutnya, prosesnya tetap membutuhkan verifikasi dari pemerintah kabupaten/kota.
Endang menilai kabupaten/kota seharusnya telah menerima data nama-nama peserta yang tercoret, sehingga proses verifikasi dapat segera dilakukan berdasarkan daftar yang sudah ada.
"Yang kemarin dapat, lalu sekarang tidak, itu harus dicek. Benar tidak dia masih tergolong miskin. Jangan-jangan yang layak malah tidak masuk data, atau sebaliknya," ujarnya.
DTSEN, menurut dia, membagi seluruh penduduk ke dalam sepuluh desil berdasarkan kondisi sosial ekonominya dan peserta PBI seharusnya masuk dalam desil satu hingga tiga sebagai kelompok miskin dan rentan miskin.
"Kalau dia masih tergolong miskin, harusnya ada di desil satu atau dua. Atau paling tidak desil tiga yang rentan. Kalau sudah tidak masuk di situ, ya otomatis dikeluarkan," ucapnya.
Endang mengatakan, verifikasi perlu segera dilakukan pemerintah kabupaten/kota karena menyangkut layanan kesehatan yang tidak bisa ditunda.
"Ini harus segera, karena yang namanya orang sakit kan enggak bisa ditunda," kata dia.
Endang juga menyebut tidak semua pencoretan disebabkan oleh perubahan tingkat kesejahteraan. Ada kemungkinan data peserta tidak akurat, seperti kasus warga yang sudah meninggal tapi belum diperbarui, atau kesalahan input data oleh petugas.
Menurut dia, pencoretan ini bukan hanya berdampak pada program jaminan kesehatan, tetapi juga berpengaruh terhadap seluruh jenis bantuan sosial lainnya karena semuanya kini mengacu pada DTSEN.
"Namanya data kan ada juga 'error'-nya kan. Nah, ini yang kami harapkan kabupaten/kota segera memperbaiki data tersebut," ujar Endang Patmintarsih.
