Program JKN menjadi sandaran keluarga Sarijan

id sarijan,bpjs kesehatan,sandaran,JKN,program JKN

Program JKN menjadi sandaran keluarga Sarijan

Sarijan (52) menunjukkan kartu BPJS Kesehatan. ANTARA/Nur Istibsaroh

Yogyakarta (ANTARA) - Sarijan (52) ditemani istrinya Wati (47), duduk di pinggiran tempat tidur dengan kaki kanan di bagian atas pergelangan tertutup perban usai dilakukan operasi. Dirinya sudah mengenakan jaket, bersiap untuk pulang sembari menunggu obat yang tengah disiapkan oleh pihak Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).

Dua warga Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini menceritakan soal keberuntungan keduanya yang bisa mendapatkan layanan kesehatan melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di tengah himpitan ekonomi yang melanda keduanya.

“Kami sempat takut, Bu. Apalagi biaya rumah sakit itu mahal. Tapi alhamdulillah kami sudah terdaftar sebagai peserta JKN. Bayangkan kalau tidak terdaftar. Mau bayar dari mana?” cerita Wati saat ditemui, Kamis (31/7).

Sarijan bukan orang berada, sehari-harinya bekerja sebagai kuli bangunan. Bahkan sudah dua bulan ini tidak bekerja, karena kakinya terkilir dan bisul yang kembali kambuh, bahkan sudah infeksi, kemudian menjalar menjadi radang tulang. Sementara Wati hanya ibu rumah tangga.

Belum lagi, lanjut Wati, anak semata wayangnya yang kini kelas 3 SMP di sebuah sekolah swasta, sehingga membutuhkan biaya yang menurutnya tidak murah.

“Kami sangat terbantu dengan adanya Program JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Seluruhnya ditanggung Program JKN. Kami tidak tahu, kalau tidak terdaftar menjadi peserta JKN, bagaimana membayarnya,” kata Wati dengan mata yang tampak berkaca-kaca.

Keduanya saling menimpali, menceritakan bagaimana keduanya mendapatkan banyak kenikmatan di tengah kekurangannya, seperti mendapatkan bantuan sosial sampai dengan terdaftar sebagai peserta JKN yang dibayari oleh pemerintah, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya sama sekali.

Adanya Program JKN itulah, Sarijan dan Wati memberanikan diri memeriksakan ke Puskesmas saat sakit bisul dan bernanah yang tak kunjung membaik, justru bertambah banyak, bisul yang membengkak, dan badan demam.

“Saya dari kecil sudah sering kena bisul. Tumbuh, bernanah, pecah, sembuh, lalu tumbuh lagi, begitu berulang terus, sebagai luka lama. Tapi kali ini beda, makin parah. Berawal dari kaki yang terkilir, tiba-tiba muncul bisul besar, lalu bertambah jadi tiga. Dari situ saya mulai khawatir,” kata Sarijan.

Hasil periksa ke puskesmas, dirujuk ke rumah sakit dan benar dokter menilai bisul yang ada harus diambil tindakan, dibersihkan, dan harus dilakukan operasi, karena infeksi serius yang telah menyerang tulang.

“Dokter bilang sudah kena radang tulang. Harus dibersihkan dan ditangani serius,” kata Sarijan.

Wati, sang istri mengaku sangat bersyukur, seluruh biaya operasi gratis dan seluruhnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Wati mengakui, tidak hanya suaminya yang menggunakan kartu JKN, tetapi dirinya juga sempat dirawat di rumah sakit akibat batu empedu dan komplikasi lainnya seperti diabetes dan hipertensi.

“Saya itu enggak pernah ngerasa sakit apa-apa, tapi begitu ke rumah sakit, katanya ada batu empedu, diabetes, dan tekanan darah tinggi. Awalnya saya kira cuma capek biasa. Tapi ternyata kalau ditunda terus bisa bahaya,” cerita Wati yang kini harus rutin menyuntik insulin.

“Kami sangat bersyukur masih ada yang bantu, bahkan pemerintah yang membantu. Kami bersyukur,” kata Wati sembari menceritakan betapa keluarganya harus berjuang untuk bisa bertahan, tidak sekadar dalam urusan ekonomi, tetapi juga untuk pendidikan anaknya.

Wati menjelaskan, anak semata wayangnya yang kini kelas 3 SMP setiap tahunnya membutuhkan biaya setidaknya Rp5,5 juta dan nilai tersebut tidaklah kecil bagi Sarijan dan Wati.

“Alhamdulillah banyak bantuan yang kami terima. Anak dapat beasiswa sekolahnya, bantuan sembako dari pemerintah, termasuk menjadi peserta JKN yang kami dapatkan tidak membayar sama sekali,” tutup Wati penuh syukur.

Pewarta :
Editor: Nur Istibsaroh
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.