Yogyakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Muchammad Ichsan menilai polemik terkait kemungkinan keterlibatan petugas haji dari kalangan non-muslim tidak perlu diperbesar.
"Saya kira tidak perlu dipermasalahkan. Indonesia harus tetap bersatu, padu, dan harmonis. Lapangan pekerjaan ada untuk semua, tinggal ditempatkan sesuai aturan dan porsinya," kata Ichsan di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Ichsan, keterlibatan non-Muslim tidak menjadi persoalan selama tidak bersinggungan langsung dengan ibadah inti haji.
Baca juga: Menembus batas fisik, Hak berhaji bagi penyandang disabilitas
Dia menyebut penyelenggaraan haji mencakup banyak aspek, mulai dari pendaftaran, keberangkatan, hingga pemulangan jemaah. Seluruh aspek administratif dan teknis tersebut bisa dilakukan siapa saja, baik Muslim maupun non-Muslim.
"Kalau sekadar mengurus administrasi, logistik, atau layanan teknis, itu tidak masalah dikerjakan oleh non-Muslim," ujarnya.
Baca juga: PPIH menyisir Makkah dan Jeddah cari tiga haji hilang
Namun, Ichsan menuturkan bahwa peran yang berkaitan langsung dengan manasik maupun kegiatan di Tanah Suci tetap wajib dijalankan oleh umat Islam.
"Pembimbing manasik misalnya, itu jelas harus Muslim. Walaupun ada non-Muslim yang memahami teknisnya, tetap tidak boleh. Begitu pula di Mekkah dan Madinah, karena non-Muslim memang tidak boleh masuk ke wilayah tersebut," kata dia.
RUU tentang perubahan Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi kementerian yang disahkan DPR RI pada Selasa (26/8) memunculkan perdebatan publik. Salah satu poin yang menuai sorotan adalah diperbolehkannya non-Muslim menjadi bagian dari kepengurusan dan penyelenggaraan haji.
Baca juga: Jamaah apresiasi pelayanan petugas haji 2025
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar UMY: Polemik non-muslim bisa jadi petugas haji jangan diperbesar
