Jogja (Antara Jogja) - Penerapan "e-voting" atau pemilihan elektronik pada Pemilihan Umum 2014 rentan menimbulkan berbagai masalah, kata dosen Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Manik Hapsara.
"Performa `e-voting` dinilai tidak aman, dan berpotensi memberi dampak negatif yang sangat besar. Kelemahan `e-voting` memungkinkan masuknya kepentingan pihak-pihak yang ingin mengacaukan proses dan hasil pemilihan," katanya di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, kegagalan pada penerapan "e-voting" dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pada hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Jika terjadi, kemungkinan harus mengulang proses pemilihan, yang artinya akan ada pembengkakan biaya demokrasi, dan jika berlarut dapat membahayakan kehidupan negara.
"Di Indonesia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai berhasil menerapkan `e-voting` pada pemilihan kepala daerah (pilkada) di Pandeglang, Banten, dan Jembrana, Bali. Namun, koneksi internet yang digunakan untuk mengirimkan data suara ke pusat tabulasi memiliki banyak lubang keamanan yang dapat mengancam kelancaran dan kredibilitas `e-voting`," katanya.
Ia mengatakan beberapa serangan sangat mungkin dilancarkan kepada internet seperti "spoofing", virus, dan "denial of service". Dalam "e-voting", internet berfungsi mulai dari menampilkan "electronic ballot" hingga mengirimkan data suara ke pusat tabulasi.
"Beberapa pengalaman penerapan `e-voting` di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Venezuela, Filipina, dan India menimbulkan masalah masing-masing mulai dari `hardware` tidak bekerja, sistem tidak mendukung, dan suara yang hilang," katanya.
Menurut dia, permasalahan itu bisa terjadi karena terdapat "bug" pada sistem atau berhasil diretas oleh "hacker" dengan menanamkan program yang dirancang untuk mengganggu kerja sistem.
"Saya menilai Indonesia belum siap menerapkan `e-voting` pada Pemilu 2014. Jika tetap dilakukan akan timbul pertanyaan, apakah kita mau mempercayakan keselamatan dan kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan hukum kita pada sistem yang tidak terpercaya?," katanya.
(B015)