Jogja (ANTARA Jogja) - Pengamat sosial politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Arie Sujito menilai peringatan hari lahirnya Pancasila 1 Juni 2012 hendaknya menjadi momentum refleksi bagi seluruh komponen bangsa.
"Begitu banyak catatan politik dan ekonomi yang berlangsung dalam beberapa tahun terakhir ini, yang mengindikasikan kian menyusutnya pemahaman dan pemaknaan Pancasila dalam dataran praksis," kata Arie Sujito di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, kisah perubahan yang berlangsung dampak demokratisasi Indonesia, telah menciptakan warna baru. Capaian positif reformasi soal kebebasan sipil dan liberalisasi politik, serta gerak ekonomi, ternyata tidak bertahan lama, bahkan kian mengalami distorsi secara bertahap.
"Rentang masalah dan meluasnya gejala kemiskinan, kesenjangan dan ketidakadilan sosial ekonomi, ketegangan antar kelompok diikuti ragam kekerasan, serta peluruhan rasa solidaritas antar komponen bangsa makin retak menjadi tanda-tanda serius masalah yang dialami negeri ini," katanya.
Ia mengatakan, bangsa kita tiba-tiba serasa kehilangan kendali, memiliki ideologi bangsa Pancasila yang sudah sekian lama diyakini sebagai panduan dasar, rujukan memecahkan masalah yang sekaligus inspirasi untuk mencapai tujuan bernegara sesuai amanat konstitusi, justru makin terabaikan.
"Para pemegang kekuasaan, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif, tingkat nasional sampai daerah seraya larut dalam dinamika. Sayangnya, kesemua itu cenderung melupakan nilai-nilai dasar bangsa yang tercermin dalam Pancasila. Misalnya saja, saat pemegang otoritas membuat undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan darah, bahkan sampai kebijakan terkait tiba-tiba melupakan kerangka dasar ideologi negara Pancasila itu," katanya.
Ironisnya, giliran diterpa masalah, seperti perselisihan antar kelompok dan gelojak sosial yang dialami, bahkan kekhawatiran adanya disintegrasi bangsa ini, tiba-tiba memori mengenai Pancasila dipanggil kembali.
"Tidak heran jika Pancasila hanya diingatkan saat bangsa resah. Inilah bagian bentuk pendangkalan makna. Seharusnya, pemahaman dan ekspresi berpancasila senantiasa mengilhami praktik kebudayaan di masyarakat serta kebijakan politik dan ekonomi, serta sektor-sektor lainnya," katanya.
Arie mengatakan, perilaku tamak dan keserakahan serta watak pragmatis mengejar hasrat kuasa, oleh siapapun, baik elit politik ekonomi maupun masyarakat, cenderung mengabaikan Pancasila.
"Teguran ini penting buat mengingatkan semua komponen bangsa. Betapapun perubahan dan dinamika berlangsung di lingkungan kita, tetapi jika kehilangan basis pijak nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial sebagaimana tercermin dalam Pancasila, maka kemungkinan perubahan itu bermakna semu. Kita perlu segera bangkit, mengembangkan kembali Pancasila itu secara lebih kontekstual dan relevan, dengan menemukan coraknya sebagai bangsa yang beradab," katanya.
(U.V001)
Berita Lainnya
Sosiolog UGM minta caleg jangan perbanyak kampanye lewat baliho
Senin, 31 Juli 2023 22:12 Wib
Pengamat UGM: Pemilu 2024 harus menghubungkan demokrasi dan kesejahteraan
Jumat, 9 September 2022 22:52 Wib
UGM segera mengonversi kegiatan aktivis mahasiswa menjadi bobot SKS
Jumat, 12 Agustus 2022 16:37 Wib
Arie Sujito : Evaluasi kelemahan birokrasi untuk entaskan kemiskinan
Jumat, 14 Agustus 2020 19:08 Wib
Sosiolog: UU Desa perbarui paradigma pembangunan desa
Senin, 30 Maret 2015 18:56 Wib
Pengamat: pilkada oleh DPRD bajak konstitusi rakyat
Jumat, 19 September 2014 8:32 Wib
Pengamat: minimnya perubahan DCS-DCT akibat apatisme masyarakat
Senin, 26 Agustus 2013 18:08 Wib
Manuver Ical ancam keutuhan Golkar
Rabu, 25 April 2012 10:08 Wib