Kulon Progo (Antara Jogja) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengembangkan Bukit Menoreh sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi baru untuk mendukung pembangunan bandar udara New Yogyakarta International Airport. selain area penyangga Kawasan Strategis Pembangunan Nasional Borobudur.
Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo di Kulon Progo, Minggu, mengatakan pemkab tengah menyiapkan program "Bedah Menoreh", mulai dari membedah infrastruktur jalan, sektor pariwisata, perkebunan, moda transporasi, hingga membedah budaya.
"Kami berharap dengan adanya bandara New Yogyakarta International Airport dan penyangga Kawasan Strategis Pembangunan Nasional Borobudur, Kulon Progo tidak sekadar tempat transit, tapi juga menjadi destinasi yang layak untuk wisatawan," kata Hasto.
Saat ini, lanjut Hasto, Pemkab Kulon Progo tengah membangun jalan dari Temon lokasi bandara menuju Borobudr melalui jalur Bedah Menoreh dari Temon - Kokap - Girimulyo - Samigaluh - Kalibawang - Borobudur (Jawa Tengah).
"Kami berusaha mengakses penyelesaian jalan Bedah Menoreh dari Pemda DIY dan Kementerian PUPR," kata Hasto.
Sektor pariwisata, lanjut Hasto, pemkab tengah mempersiapkan objek wisata di kawasan Bukit Menoreh dikelola secara profesional dan ramah bagi wisatawan. Ke depan, kawasan Bukit Menoreh menjadi kawasan penyangga KSPN Borobudur. Wilayah yang menjadi penyangga KSPN Borobudur yakni Kebun Teh Nglinggo-Tritis.
Di Kecamatan Girimulyo juga tumbuh objek wisata yang tidak kalah menenarik untuk dikunjungi. Sedikitnya, ada 15 objek wisata yang berkembang mulai dari gua, curug hingga dan wisata regiligi.
"Di sana, kami tengah menyiapkan infrastruktur dan masyarakat, serta pelaku wisata menjaga keindahan alam, sehingga menjadi wisata teh yang digandrungi wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri," katanya.
Sementara itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan HB X mengimbau kepada kepala daerah di wilayah ini untuk meningkatkan kreativitas dan berinovasi di sektor pariwisata dengan adanya Bandara Internasional di Kabupaten Kulon Progo.
Sultan mengatakan pemerintah pusat membangun bandara baru di Kabupaten Kulon Progo, tetapi infrastruktur pariwisata yang dibangun di Jawa Tengah seperti pengembangan Kawasan Strategis Pembangunan Nasional (KSPN) Borobudur dengan empat jalur Borobudur.
"Pertanyaannya, turisnya melibat Borobudur dari Yogyakarta atau mereka datang melihat Yogyakarta dari Borobudur. Kami juga berfikir soal ini," kata Sultan.
Sultan mengatakan siap membantu pengembangan dan percepatan sektor pariwisata supaya sudah siap saat bandara sudah beroperasi. Namun ia meminta Pemkab Kulon Progo beserta jajarannya dan masyarakat harus mengubah paradigma dan cara berpikir, yakni bagaimana turis tidak hanya lewat Kulon Progo tapi juga menginap di Kulon Progo.
Dari pada turis lewat Kulon Progo dan menginap di Borobudur, ini menjadi tantangan bersama untuk dipecahkan.
"Semoga kita semua dapat membuka wawasan dengan Jogja Istimewa, pariwisata bisa tumbuh dan berkembang. Jangan sampai pembangunannya di DIY, tapi tidak dapat menerimaa manfaat karena kita tidak inovatif dan kreatif," kata Raja Keraton Ngayogyakarta ini.
Pengembangan sektor pariwisata
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah menyusun rencana detail teknis (DED) pengembangan kawasan menoreh tang dilakukan Dinas Pertanian dan Pangan bekerja sama dengan Dinas Pariwisata, dan Dinas Perhubungan. Dinas tersebut akan mengkolaborasikan program untuk percepatan pengembangan sektor pariwisata.
Kasi Sarana dan Prasarana Dinas Pariwisata Kulon Progo Fitri Lianawati mengatakan pada 2017 ini, Dinas Pariwisata membangun tempat istirahat dan pusat oleh-oleh di dekat Pasar Plono Kecamatan Samigaluh dalam rangka mendukung pertumbuhan objek wisata Kebun Teh Nglinggo-Tritis. Dana pembangunan pusat oleh-oleh dan tempat istirahat atau rest area sebesar Rp2,6 miliar yang berasal dari dana alokasi khusus.
"Saat ini, sudah mulai tahapan pembangunan. Kami mentargetkan pusat oleh-oleh dan tempat istirahat atau rest area selesai pada Oktober 2017," harap Fitri.
Ia mengatakan luasan pusat oleh-oleh dan tempat istirahat atau rest area yakni ukuran 40 x 40 meter persegi dengan menggunakan tanah kas desa. Untuk itu, pihaknya intensif menjalin komunikasi dengan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kulon Progo terkait izin penggunakan tanah kas desa dan kompensasinya.
"Sejauh ini, izin dari gubernur terkait izin penggunaan tanah kas desa sudah turun. Sehingga, kami berani membangun pusat oleh-oleh dan tempat istirahat atau rest area," katanya.
Rencananya, rest area akan digunakan sebagai lahan parkir bus pariwisata dan mobil wisatawan. Wisatawan yang akan ke puncak kebun teh Nglinggo bisa menggunakan mobil jeep atau angkutan perdesaan (angkutdes) yang dikelola oleh Pokdarwis Dewa Lingga. "Wisatawan dapat menimati keindahan alam dan kebun teh dengan nyaman," katanya.
Selain itu, pihaknya membangun berbagai fasilitas umum dan fasilitas khusus di Kawasan Kebun Teh Nglinggo-Tritis yang menggunakan lahan milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (SG). Dispar sudah meminta izin ke pihak keraton.
"Kami akan membangun Kebun Teh Nglinggo-Tritis secara spektakuler," katanya.
Sementara itu, Kabid Angkutan dan Perparkiran Dishub Kulon Progo Arif Martono mengatakan, pihaknya sedang menyusun jalur angkutan perdesaan menuju objek wisata Kebun Teh Nglinggo-Tritis, serta jalur trayek kawasan Bukit Menoreh.
"Kawasan Bukit Menoreh sangat potensial menjadi pusat pertumbuhan objek wisata baru, tapi perlu didukung moda transportasi yang disesuaikan dengan kapasitas jalan," katanya.
Revitalisasi sektor perkebunan
Objek wisata yang dijual banyak yang menawarkan wisata alam, khususnya perkembunan. Saat ini, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo merevitalisasi sektor perkebunan mulai dari subsistem usaha tani hingga pemasaran produk hasil pascapanen guna meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
Awalnya, petani tidak merawat tanaman pekerkebunan seperti kakao, cengkih, kopi, dan teh. Seiring perkembangan pariwisata, mereka mulai berbenah.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Bambang Tri Budi mengatakan saat ini, Dinas Pertanian dan Pangan mulai merevilitasasi tanaman teh, kopi dan kakao.
"Produk unggulan sektor perkebunan di Kulon Progo, yakni teh, kopi dan kakao. Kami memberikan bantuan dari subsistem usaha tani (on farm) hingga pemasaran produk hasil pascapanen (off farm), sehingga produk perkebunan memiliki nilai jual tinggi dan pendapatan yang petani meningkat," kata Bambang.
Ia mengatakan pihaknya memfasilitasi petani teh dari on farm hingga off farm dengan membangunkan tempat produksi teh hingga showroom penjualan teh di Desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh. Wilayah itu, merupakan pusat tananaman teh terbesar di DIY.
Selanjutnya, pihaknya melakukan hilirisasi produk kopi dan cokelat. Berbagai bantuan telah diberikan kepada petani kopi dan kakao, supaya petani membuat produk yang memiliki daya saing dan diterima masyarakat luas.
Salah satunya, memfasilitasi Kelompok KWT Pawon Gendis dengan satu peralatan lengkap pengolah kakao menjadi cokelat dengan bahan baku kakao lokal.
"Kami mewajibkan kelompok tani yang mendapat bantuan peralatan mengolah hasil perkebunan lokal dan menghasilkan produk yang bisa bersaing dan diterima masyarakat umum," katanya.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Widi Astuti mengungkapkan pengembangan komoditas perkebunan kakao dilakukan dengan cara pemeliharaan tanaman dan pemupukan.
Sedangkan untuk meningkatkan nilai tambah kakao, pihaknya memberikan bantuan alat untuk pengolah kakao hingga menjadi cokelat kepada kelompok tani. Seperti belum lama ini, Pemkab menyerahkan bantuan kepada Kelompok Wanita Tani Pawon Gendis, Kalibawang. Alat yang diberikan yaitu alat sangrai, pengupas kulit, pemasta, penghalus 1, penghalus 2. Kelompok penerima juga sudah diberikan pelatihan menggunakan alat dan pelatihan pembuatan cokelat.
Pemberian alat bertujuan meningkatkan nilai tambah dari komoditas kakao, meningkatkan pemberdayaan petani melalui fasilitasi untuk keluarga. Dengan harapan, pertanian kakao mampu menggerakan ekonomi warga.
"Kami akan segera meluncurkan produk coklat Kulon Progo," katanya.
Selain itu, kata Widi Astuti, pada 2017, pemkab memalui APBD 2017 sedang fokus pengembangan untuk komoditas pekebunan teh dan kakao.
Luas areal perkebunan kopi di Kulon Progo mencapai sekitar 783 hektare tersebar di Kecamatan Samigaluh, Girimulyo, Kalibawang, Kokap dan sebagian kecil di Kecamatan Pengasih. Produksi kopi yang dihasilkan di 2016 sekitar 416,3 ton.
Produksi kopi yang dihasilkan di 2012 mencapai 781,4 ton. Produksi kopi terpuruk pada 2015 hanya tinggal sekitar 366,4 ton. Seiring pemasaran kopi membaik, produksi di 2016 mengalami peningkatan menjadi sekitar 416,3 ton.
"Kopi memang menjadi produk unggulan perkebunan Kulon Progo. Namun, kami fokus pada tanaman teh dan kakao," katanya.
Pemkab melalui APBD tahun ini hanya memfasilitasi untuk pembangunan jaringan irigasi perkebunan teh dan alat pengolahan daun teh. Sedangkan untuk pengembangan komoditas perkebunan kakao, katanya melakukan intensifikasi tanaman kakao, diantaranya meliputi pemeliharaan tanaman dan pemupukan. Untuk efektifitas pengembangan potensi daerah difokuskan komoditas perkebunan tertentu.
"Sudah ada rencana untuk pengembangan kopi. Ada beberapa kelompok mengajukan proposal, meminta bantuan alat pengelolahan kopi. Sekarang sedang ditindaklanjuti," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kulon Progo Niken Probo Laras mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) akan melakukan intervensi produk lokal dari hulu sampai hilir.
"Tahap awal intervensi produk lokal dimulai 2017, yakni berupa kopi Suroloyo, kayu dan mozaik batu sungai. Namun, kami belum menentukan kelompok yang akan diintervensi," kata Niken.
Ia mengatakan tiga perusahaan atau pihak ketiga yang siap membantu Pemkab Kulon Progo yakni Legend Coffe yang akan mengolah dan memasarkan kopi Suroloyo, PT Wisangka Klaten dan pemborong akan mengolah batu sungai.
Niken mengatakan PT Wisangka akan menjual produk-produk mebel produk perajin di Kulon Progo di hotel-hotel seluruh Indonesia. Kemudian, Legend Coffe akan membantu pengolahan dan penjualan kopi Suroloyo yang memiliki cita rasa moca karena tanaman kopi tumbuh berdampingan dengan kakao.
"Kami secara bertahap akan melalukan intervensi produk industri kecil dan menengah, sehingga ada tolok ukur keberhasilan atas bantuan yang diberikan pemerintah," katanya.
KR-STR