Kemenlu: diplomasi siber mutlak diperlukan

id cyber

Kemenlu: diplomasi siber mutlak diperlukan

Acara Pembahasan Policy Paper "Diplomasi Siber Indonesia: Kini dan Nanti" di Yogyakarta, Kamis (23/11). (Foto Antara/Luqman Hakim)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Kementerian Luar Negeri RI menyatakan diplomasi siber atau "cyber diplomacy" mutlak diperlukan untuk merespons tantangan dan permasalahan yang muncul akibat perkembangan teknologi siber yang tidak dapat dipisahkan dari bagian masyarakat modern saat ini.

"Indonesia sendiri telah terlibat aktif dalam penyusunan norma dan aturan tata kelola siber melalui berbagai forum multilateral dan regional," kata Staf Ahli Bidang Antarlembaga, Kementerian Luar Negeri Salman Al Farisi saat membuka acara Pembahasan Policy Paper "Diplomasi Siber Indonesia: Kini dan Nanti" di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, diplomasi siber juga ingin diarahkan untuk mendukung kepentingan nasional, terutama dalam mendukung pertumbuhan digitalisasi ekonomi dan memperkuat kapasitas nasional dalam menghadapi ancaman keamanan siber.

International Telecommunication Union (ITU) melaporkan bahwa saat ini lebih dari separuh dari total populasi dunia (80 persen penduduk di negara maju dan 34 persen penduduk di negara berkembang) memiliki akses internet dalam berbagai bentuk.

Pertumbuhan penggunaan internet dan teknologi informasi pun telah meningkat 8 kali lipat sejak tahun 2000 dengan angka saat ini mencapai lebih dari 3,2 miliar pengguna.

Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kemenlu Fikry Cassidi mengatakan secara nasional tantangan teknologi siber direspon oleh Pemerintah dengan pembentukan Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) melalui Peraturan Presiden Nomor 53 tahun 2017.

Oleh sebab itu, policy paper disusun untuk mendukung kebijakan nasional di bidang siber dengan memberikan sumbangsih gagasan pada pendefinisian posisi dan strategi diplomasi siber Indonesia yang dapat meningkatkan peran internasional Indonesia dalam konstelasi siber global.

"Sehingga policy paper ini untuk memberikan rekomendasi kepada para pimpinan di Kemenlu," kara dia.

Secara khusus, rekomendasi kebijakan yang disampaikan pada policy paper adalah prinsip "collaboration-oriented" yang perlu diusung bagi pelaksanaan diplomasi siber Indonesia.

Prinsip itu, menurut dia, menekankan kerja sama antaraktor dan memperhatikan pendekatan multistakeholders dalam upaya pencapaian kepentingan nasional dalam konteks hubungan luar negeri pada isu siber.

Pakar politik dan keamanan internasional Andi Wijayanto mengatakan dalam diplomasi siber Indonesia harus memiliki posisi di forum-forum internasional, khususnya terkair tiga isu pokok yakni norma keamanan siber, tata kelola keamanan siber, dan pengembangan infrastruktur siber.

(L007)