Jokowi: pemberantasan terorisme memerlukan pendekatan keras-lunak

id jokowi

Jokowi: pemberantasan terorisme memerlukan pendekatan keras-lunak

Presiden Joko Widodo (Foto Antara)

Sydney (Antaranews Jogja) - Presiden Joko Widodo menegaskan pemberantasan terorisme khususnya di kawasan Asia Tenggara dan Australia perlu menggunakan pendekatan keras  dan pendekatan lunak.

       "Pendekatan keras saja tidak cukup untuk mengatasi ancaman terorisme dan radikalisme dan perlu diimbangi dengan pendekatan lunak, salah satu hal yang sangat penting adalah kapasitas preventif," kata Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidatonya dalam sidang pleno ASEAN-Australia Special Summit di International Convention Centre (ICC), Sydney, Minggu.

       Presiden menyambut baik penandatanganan nota kesepahaman "ASEAN-Australia MoU on Cooperation to Counter International Terrrorism" yang ditandatangani pada Sabtu (17/3) sebagai penguat upaya memerangi ancaman terorisme.

       "Dari observasi saya, MoU ini menekankan keseimbangan antara pendekatan keras dan lunak," tambah Presiden.

       Menurut Kepala Negara, kegagalan pencegahan tidak saja akan menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian besar lainnya, namun memicu reaksi eksesif yang tidak perlu terjadi.

       Sehingga, kerja sama pengembangan kapasitas pencegahan terjadinya serangan perlu terus ditingkatkan.

       Terkait pendekatan lunak Presiden membagi pengalaman mengenai upaya deradikalisasi dan kontra radikalisasi di Indonesia yang "out of the box".

       Dicontohkannya pelibatan para mantan narapidana terorisme yang sudah insaf untuk mencegah membesarnya ancaman radikalisme dan terorisme.

       Para mantan narapidana terorisme itu difasilitasi bertemu dengan keluarga korban.

       "Para mantan narapidana teroris tersebut saat ini membantu pemerintah dalam menyebarluaskan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Mereka telah menjadi agen penyebaran toleransi dan nilai perdamaian," ungkap Presiden.

       Dengan bantuan para mantan narapidana itu keluarga dan lingkungan mereka justru lebih mudah diubah menjadi lingkungan yang toleran dan damai.

       Menutup pidatonya, Presiden Jokowi mengatakan Indonesia memiliki dua organisasi besar Islam yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah yang bekerja sama dan sangat membantu pemerintah dalam menyebarkan nilai toleransi dan perdamaian.

       Khusus untuk kontra-radikalisasi, Presiden menyoroti pentingnya pelibatan para anak muda millennial.

       "Para anak muda ini telah menjadi 'duta-damai' yang efektif karena mereka menggunakan bahasa yang dipahami oleh generasinya. Saya berharap kerja sama untuk pemberantasan radikalisme dan terorisme akan dapat terus ditingkatkan, baik melalui pendekatan keras maupun pendekatan lunak. Indonesia siap berkontribusi," ucap Presiden.

       Presiden mengapresiasi keterlibatan aktif Australia dan ASEAN dalam memerangi ancaman terorisme.

       "Saya ingin menyampaikan apresiasi kepada Australia atas upaya memajukan kerja sama 'counter-terrorism' dengan ASEAN. Kerja sama di bidang 'counter-terrorism' menjadi perhatian semua negara. Hal ini sangat dapat dipahami mengingat sampai saat ini ancaman terorisme tidak berkurang, termasuk di kawasan kita," ungkap Presiden.

       Salah satu kerja sama sub-regional pasca-Marawi yang digagas Indonesia bersama Australia juga dikerjakan Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam dan Selandia Baru sebagai satu contoh kerja sama yang cepat dan efektif.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024