Yogyakarta (ANTARA) - Sekolah di Kota Yogyakarta melakukan persiapan internal di antaranya penyiapan protokol kesehatan dan sarana prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka sembari menunggu kebijakan terkait hal itu.
“Yang pasti kami akan mengikuti kebijakan pemerintah daerah, apakah boleh membuka sekolah tatap muka atau tidak,” kata Kepala SD Demangan Sukawit di Yogyakarta, Senin.
Meskipun demikian, lanjut dia, secara internal sekolah juga melakukan sejumlah persiapan di antaranya menyusun protokol kesehatan dan memenuhi kesiapan sarana dan prasarana pendukung protokol kesehatan di antaranya penyediaan wastafel untuk mencuci tangan dan "thermogun".
Protokol kesehatan yang sudah disusun, di antaranya mengatur tentang pembatasan durasi jam pembelajaran saat tatap muka yaitu maksimal 120 menit dengan pembatasan jumlah siswa.
“Kami lakukan model sif. Satu sif 13-14 siswa. Ada dua sif per kelas. Tetapi, jika ada aturan baku dari pemerintah daerah, maka akan kami laksanakan sesuai kebijakan pemerintah,” katanya.
Meskipun demikian, tegas Sukawit, pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sekolah harus tetap didasarkan pada izin orang tua siswa.
“Jika pemerintah mengizinkan dan masih ada orang tua siswa yang keberatan dengan pembelajaran tatap muka, maka siswa tersebut tetap memperoleh layanan pendidikan dari guru. Tidak akan ditinggalkan,” katanya.
Dengan demikian, lanjut dia, guru akan menjalankan tugas ganda yaitu memberikan pembelajaran secara tatap muka di sekolah dan memberikan pembelajaran untuk siswa yang tidak mengikuti pembelajaran di sekolah.
Di SD Demangan, total terdapat sebanyak 320 siswa dan siswa tidak hanya berasal dari Kota Yogyakarta saja tetapi juga berasal dari Kabupaten Sleman dan Bantul karena lokasi sekolah berada di perbatasan.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan sedang merampungkan rancangan aturan penyelenggaraan sekolah tatap muka karena penyelenggaraannya harus dilakukan secara hati-hati guna memastikan keselamatan dan kesehatan siswa, guru dan warga sekolah lainnya.
“Aturan tersebut juga akan disosialisasikan ke sekolah termasuk melakukan uji coba agar diketahui kelemahan dari aturan yang sudah disusun,” katanya.
Untuk sementara ini, Heroe mengatakan rencana penyelenggaraan sekolah tatap muka baru ditujukan untuk siswa SD dan SMP sedangkan untuk PAUD dan TK tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh karena anak usia lima tahun dinilai belum memahami penerapan protokol kesehatan.
“Sekolah juga harus menyiapkan sarana prasarana, menyusun protokol kesehatan, membentuk satgas, dan berkoordinasi dengan puskesmas terdekat,” katanya.
Pembelajaran tatap muka di sekolah pun hanya direkomendasikan untuk dua jam per hari dengan sistem sif maksimal 25 persen dari kapasitas kelas. “Jika satu rombongan belajar ada 32 siswa, maka harus dibagi dalam empat sif dan setelah selesai belajar langsung pulang ke rumah, tidak boleh ada jam istirahat,” katanya.
Pengaturan sif pun akan didasarkan pada lokasi tempat tinggal siswa, misalnya satu RT/RW atau satu kelurahan untuk memudahkan pemantauan serta siswa harus dalam kondisi sehat.
“Pelaksanan pembelajaran tatap muka ini harus didasarkan pada izin atau persetujuan orang tua. Jika mengizinkan, maka orang tua juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga protokol kesehatan di rumah,” katanya.
Bagaimanapun juga, lanjut dia, jika pembelajaran tatap muka di sekolah dilaksanakan maka paling tidak akan mengumpulkan delapan keluarga.
“Mungkin saja setiap keluarga berbeda-beda dalam melaksanakan protokol kesehatan saat di rumah. Harapannya, setiap keluarga mematuhi semua protokol kesehatan di rumah untuk menekan potensi penularan,” katanya.