Fantasi tanpa horor, "Petualangan Anak Penangkap Hantu" menarik ditonton

id petualangan anak penangkap hantu

Fantasi tanpa horor, "Petualangan Anak Penangkap Hantu" menarik ditonton

Salah satu cuplikan dalam "Petualangan Anak Penangkap Hantu" (ANTARA/Instagram/@film.petualanganaph)

Jakarta (ANTARA) - Sekilas melihat judul film besutan Jose Poernomo ini memunculkan anggapan unsur atau genre horor yang bakal dominan ditampilkan dalam "Petualangan Anak Penangkap Hantu", mengingat pemilihan kata "hantu" disematkan. Apalagi, Jose sendiri dikenal dengan sejumlah karya horornya yang ditujukan pada mereka yang sudah berusia 14 tahun ke atas.

Namun, bukannya horor melainkan fantasi anak berbalut petualangan yang ternyata lebih ditonjolkan di sini, sehingga menjadi lampu hijau bagi penonton anak di bawah usia 14 tahun sekaligus pelipur dahaga bagi orangtua yang merindukan hadirnya film anak khususnya berbahasa Indonesia.

Hanya saja, suasana menegangkan tetap dihadirkan dalam beberapa adegan, termasuk di bagian awal cerita. Walau begitu, bumbu-bumbu komedi ditambahkan baik itu dari dialog antar pemeran maupun tingkah mereka.

Kisah bermula dari seorang mahasiswi bernama Gita (diperankan Adinda Thomas) yang meminta bantuan kelompok Anak Penangkap Hantu (APH) beranggorakan Rafi (diperankan Muzakki Ramdhan), Zidan (diperankan Muhammad Adhiyat) dan Chacha (diperankan Giselle Tambunan), untuk menyelesaikan masalah warga di desanya, Segoro Muncar.



Gita menceritakan teror hantu hutan yang menculik beberapa warga dan kondisi desa dilanda musibah kekeringan sejak lama.
 
Kiprah kelompok Anak Penangkap Hantu ini sudah diketahui GIta yang menempuh pendidikan tinggi di Jakarta. Dia menemukan laman media sosial kelompok ini dan menghubungi mereka, menyiratkan cara berkomunikasi anak kekinian.

Sempat dilanda ragu, tiga sekawan ini akhirnya mengiyakan permintaan Gita. Dibekali peralatan berteknologi canggih seperti thermal camera dan GPS trackker, mereka bertolak menuju desa tempat Gita berada, ditemani pengemudi sekaligus sosok serba bisa bernama Bang Dul (Andy Boim)

Sesampainya di sana, mereka disambut warga desa setempat mulai dari ayah Gita (diperankan Nugie), Kepala Desa (diperankan Arry Febriansyah), orang kaya di desa namun dikenal dermawan, Pak Tajir (diperankan Agus Wibowo).

Pakar spiritual desa Wak Bomoh (Sujiwo Tejo) juga ikut menyambut kelompok Anak Penangkap Hantu, melalui caranya sendiri.

Perlahan tapi pasti, tim APH memulai investigasi seperti dalam film dengan tokoh utama detekif pada umumnya. Mereka mengombinasikan rasa ingin tahu, nalar, takut dan sikap skeptis.

Investigasi membawa mereka pada tokoh Pak Cho (diperankan Verdi Solaiman) dan perannya dalam cerita. Namun, belum sempat mengetahui lebih banyak dan berbuat sesuatu, mereka mendapat gangguan mistis yang menakutkan dari sesosok mahluk hitam melayang dengan kedua cakar panjang.

Tim APH juga mendapatkan penolakan dari Wak Bomoh dan pengikutnya serta sebagian warga. Investigasi pun mandek dan tim dipaksa pulang ke tempat asal mereka.

Rasa sedih dan kecewa melanda tim APH. Tapi ini bukan akhir. Suatu pencetus membuat mereka bangkit dan melanjutkan investigasi hingga menemukan akar masalah.



Isi kekosongan dan fantasi

Hadirnya "Petualangan Anak Penangkap Hantu" mungkin bisa menjadi upaya mengisi kekosongan film anak-anak buatan sineas tanah air seperti yang dikatakan Jose Poernomo dalam konferensi pers, Jumat (12/1).

Bila diingat, sejumlah judul film anak populer yang menghiasi bioskop Indonsia dan dirilis tahun 2000-an misalnya, masih dapat dihitung jari sebut saja "Petualangan Sherina" (2000), "Denias, Senandung di Atas Awan" (2006), "Laskar Pelangi" (2008), "Garuda di Dadaku" (2009), "Kulari ke Pantai" (2018) dan "Keluarga Cemara" (2019).



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: "Petualangan Anak Penangkap Hantu", tentang fantasi tanpa bumbu horor
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024