Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan komitmen pemerintah Indonesia untuk membangun industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV) berkonsep hijau (green industry), terutama dalam pengolahan nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.
“Inisiatif pemerintah ada (untuk membangun industri hijau), dengan batasan dan pajak atas emisi karbon yang akan diberlakukan tahun ini, dan di saat yang sama pembangkit listrik tenaga batu bara baru sudah dilarang,” kata Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Jumat.
Ia menuturkan bahwa upaya tersebut dilakukan agar industri pengolahan nikel di Indonesia dapat menjadi lebih ramah lingkungan, mengingat kini masih banyak smelter yang berbahan bakar batu bara.
Namun, ia tidak memungkiri bahwa realisasi program transisi hijau tersebut bergantung pada ketersediaan modal, yang salah satunya didapatkan melalui pendapatan ekspor olahan nikel maupun investasi asing secara langsung (direct foreign investment) untuk pembangunan pabrik smelter.
Ia pun menyayangkan adanya keberatan terhadap produk ekspor nikel Indonesia yang disampaikan oleh senator-senator Amerika Serikat (AS) terkait masalah lingkungan hidup karena masih digunakannya batu bara sebagai bahan bakar untuk smelter.
Dalam sebuah artikel yang dirilis 1 Mei lalu pada situs majalah Foreign Policy, Luhut menyampaikan bahwa hal tersebut merupakan tindakan yang tidak bijak karena dapat menghalangi keterjangkauan suplai nikel bagi industri kendaraan listrik di AS itu sendiri.
Hal ini mengingat Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Selain itu, penggunaan kendaraan listrik dapat memberikan manfaat karbon bersih bagi AS.