Dinkes melakukan penyelidikan epidemiologi di wilayah kasus DBD tinggi

id Demam berdarah ,Dinkes Bantul ,Penyelidikan epidemiologi,DBD,PSN,Fogging,Yogya,DIY,Bantul,PHBS,epidemiologi

Dinkes melakukan penyelidikan epidemiologi di wilayah kasus DBD tinggi

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, Agus Tri Widiantoro. ANTARA/Hery Sidik.

Bantul (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penyelidikan epidemiologi di wilayah kecamatan yang pada musim sekarang ditemukan kasus demam berdarah dengue (DBD) tinggi, guna penanggulangan lebih lanjut agar tidak makin merebak.

"Langkah dari kita untuk di satu wilayah yang ada kasus demam berdarah cukup banyak ini akan kita lakukan penyelidikan epidemiologi, kalau memang di sana menunjukkan bahwa tempat tersebut perlu dilakukan fogging, ya kita lakukan," kata Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Tri Widiantoro di Bantul, Minggu.

Menurut dia, berdasarkan data yang tercatat di instansinya, setidaknya ada dua kecamatan yang hingga awal Mei 2024 terdapat kasus DBD tinggi, yaitu di wilayah Kecamatan Pleret, dan Kecamatan Imogiri.

"Jadi kita ada indikasi mana yang perlu difogging, mana yang tidak, tetap kita lakukan sebagai salah satu langkah untuk penanggulangan DBD," katanya.

Meski demikian, katanya, gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di tempat genangan air, kemudian peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) oleh masyarakat di wilayah tersebut tetap dilakukan.

Lebih lanjut dia mengatakan, kasus DBD yang ditemukan di wilayah Bantul pada tahun 2024 cukup tinggi, bahkan tren jumlah kasus meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Kasus DBD tahun ini kalau dibandingkan dengan 2023 ada peningkatan, data sampai awal Mei sudah menyamai dengan jumlah satu tahun di 2023, kemarin 130-an selama satu tahun, tahun ini sudah 130-an selama empat bulan, jadi ada peningkatan," katanya.

Dia menyebutkan, dari 17 kecamatan di Bantul dua kecamatan dengan kasus tinggi hingga awal Mei, yaitu Pleret mencapai 36 kasus, kemudian diikuti Imogiri dengan 27 kasus, kepadatan penduduk di wilayah tersebut menjadi salah satu faktor kasus DBD tinggi.

"Selain itu, kemungkinan karena tempat perindukan nyamuk yang cukup banyak, sehingga ini yang menyebabkan kasus-kasusnya cukup banyak di Kecamatan Pleret," katanya.

Namun demikian, katanya, tidak ada pasien atau pengidap kasus DBD yang meninggal dunia, melainkan dapat disembuhkan dengan penanganan di rumah sakit.

"Pasien yang didiagnosis DBD tidak sampai ada kematian, jadi Alhamdulillah semua pasien juga mendapatkan penanganan di fasilitas kesehatan, maka tidak sampai kasus meninggal," katanya.