Bawaslu Kulon Progo siaga kerawanan pemungutan suara pilkada

id Bawaslu Kulon Progo,Siaga kerawanan pemungutan suara,Pilkada 2024,Kulon Progo

Bawaslu Kulon Progo siaga kerawanan pemungutan suara pilkada

Anggota Bawaslu Kulon Progo Isnaini (ANTARA/HO-Dokumen pribadi Isnaini)

Kulon Progo (ANTARA) - Bawaslu Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, siaga kerawanan pemungutan suara untuk mengantisipasi gangguan/ hambatan di tps pada hari pemungutan suara Pilkada 2024.

Anggota Bawaslu Kulon Progo Isnaini di Kulon Progo, Kamis, mengatakan Bawaslu Kulon Progo telah memetakan potensi kerawanan tempat pemungutan suara (tps).

"Hasil pemetaan tps rawan di Kulon Progo terdapat lima indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, dua indikator yang banyak terjadi, 14 indikator yang tidak banyak terjadi namun perlu diantisipasi, dan empat indikator yang tidak terjadi. Kami siaga kerawanan pemungutan suara," kata Isnaini.

Ia mengatakan pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap delapan variabel dan 25 indikator diambil dari 12 Kecamatan dan 88 kalurahan di wilayah Kabupaten Kulon Progo.

Pemetaan tps rawan dilakukan selama 6 hari dimulai tanggal 10-15 November 2024. Variabel dan indikator potensi tps rawan adalah sebagai berikut. Pertama, penggunaan hak pilih (dpt) yang tidak memenuhi syarat, daftar pemilih tambahan (dptb) potensi daftar pemilih (khusus), penyelenggara pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdata di dpt, riwayat sistem noken tidak sesuai ketentuan, dan/atau riwayat pemilihan suara ulang (psu).

Kedua, keamanan (riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelenggaraan pemungutan suara). Ketiga, politik uang. Keempat, politisasi SARA.

Selanjutnya, kelima, netralitas seperti penyelenggara pemilihan, ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa. Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan). Ketujuh, lokasi tps (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus). Kedelapan, jaringan listrik dan internet.

Hasilnya, lima indikator potensi tps rawan yang paling banyak terjadi sebanyak 370 tps yang terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di dpt.

"Sebanyak 200 tps yang terdapat pemilih pindahan (dptb), sebanyak 134 tps yang terdapat penyelenggara pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas," katanya.

Selain itu, lanjut Isnaini, sebanyak 118 tps yang terdapat pemilih dpt yang sudah tidak memenuhi syarat seperti meninggal dunia, alih status menjadi TNI/Polri, dan sebanyak 107 tps yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi tps.

"Kami sudah memberikan rekomendasi kepada KPU untuk mengantisipasi hal ini," katanya.

Lebih lanjut, Isnaini mengatakan dua indikator potensi tps rawan yang banyak terjadi sebanyak 61 tps yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi tps.

"Selanjutnya, sebanyak 60 tps yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat
pemilu," katanya.

Dia mengatakan 14 indikator potensi tps rawan yang tidak banyak terjadi sebanyak 16 tps yang terdapat potensi pemilih memenuhi syarat namun tidak terdaftar di dpt (potensi dpk). Sebanyak 14 tps yang didirikan di wilayah rawan bencana (banjir, tanah longsor, gempa).

Sebanyak 14 tps yang berada di dekat rumah pasangan calon dan atau posko tim kampanye pasangan calon. Sebanyak delapan tps yang terdapat Riwayat pemungutan suara ulang (psu) dan atau penghitungan surat suara ulang (pssu).

Hasil pemetaan lainnya, sebanyak delapan tps yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada enyelenggara pemilihan. Sebanyak 7 tps yang sulit dijangkau (geografis dan cuaca), sebanyak tujuh tps yang berada di dekat wilayah kerja (pertambangan dan pabrik.

Selanjutnya, sebanyak enam tps yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di tps pada saat pemilu. Sebanyak tiga tps yang berada dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih.

"Kami juga menemukan sebanyak dua tps yang didirikan di wilayah rawan konflik. Dan satu tps yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi tps," katanya.