Yogyakarta (ANTARA) - Film bergenre horor berjudul "Singsot Siulan Kematian" yang diproduksi oleh Clock Work Films bekerja sama dengan Ravacana Films bakal tayang di bioskop tanah air mulai tanggal 13 Maret 2025.
Film yang mengangkat mitos Jawa mengenai larangan bersiul saat hari mulai senja ini digarap oleh sutradara Wahyu Agung Prasetyo. Film ini diadaptasi dari versi pendek berjudul "Singsot" yang meraih penghargaan pada Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2016.
Singsot, yang berarti bersiul, mengisahkan tentang awal petaka di sebuah desa akibat melanggar mitos larangan bersiul saat waktu Maghrib. Film ini menceritakan tentang seorang remaja laki-laki bernama Ipung yang tinggal bersama kakek dan neneknya di salah satu desa di kaki gunung.
Sejak kecil Ipung, yang diperankan oleh Ardhana Jovin, selalu diperingatkan agar tidak bersiul saat senja. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, siulan pada saat Maghrib diyakini dapat mengundang makhluk gaib. Namun, Ipung mengabaikan larangan itu dan tetap bersiul saat Maghrib.
Siulan Ipung itu mengundang sosok misterius yang kemudian menebar teror pada sejumlah warga desa tersebut, termasuk kakek dan neneknya. Teror semakin nyata, hingga Ipung harus berpacu dengan waktu untuk menghentikan kutukan yang membayangi hidupnya.
Cerita yang dikembangkan dalam film "Singsot Siulan Kematian" ini menghadirkan ketegangan yang kental dengan nuansa budaya lokal. Banyak peristiwa tidak terduga dan mencekam yang muncul dalam film ini.
Film ini dibintangi sejumlah aktor teater asal Yogyakarta yang semakin memperkuat nuansa lokal dalam ceritanya, di antaranya Ardhana Jovan berperan sebagai Ipung, Landung Simatupang memerankan kakek Ipung, Sri Isworowati berperan sebagai nenek Ipung, Siti Fuziah memerankan Wiwik, Jamaludin Latif sebagai Agus Pete, Teguh Mahesa memerankan Mbah Darmo, dan Fajar Suharno berperan sebagai Mbah Marno.
Sutradara Wahyu Agung Prasetyo, di Yogyakarta, Jumat, mengatakan film "Singsot Siulan Kematian" ini berdasarkan pengalamannya yang tumbuh di Jawa, di mana mitos larangan bersiul ini sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari.
"Dulu, saya sendiri sering diingatkan orang tua tentang hal ini. Ada alasan budaya yang kuat di baliknya, dan kami ingin menyampaikan itu melalui film ini. Saya ingin menyampaikan pesan moral tentang menjaga dan menghormati tradisi yang berkembang di tengah masyarakat," ujar Wahyu.