Solo tidak bisa jadi daerah istimewa, ini alasannya

id Ahmad Doli Kurnia,Komisi II DPR,daerah istimewa,Solo,Surakarta

Solo tidak bisa jadi daerah istimewa, ini alasannya

Arsip foto - Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (6/2/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi

Jakarta (ANTARA) - Wacana menjadikan Kota Surakarta (Solo) sebagai daerah istimewa menuai sorotan tajam dari DPR RI. Anggota Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menegaskan bahwa status daerah istimewa selama ini hanya diberikan pada wilayah setingkat provinsi, bukan kabupaten atau kota.

"Tidak pernah ada pemberian istimewa itu di level di bawah provinsi," ujar Doli kepada awak media di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (25/4).

Pernyataan itu dilontarkan Doli menyikapi munculnya usulan menjadikan Solo sebagai daerah istimewa seperti halnya Yogyakarta dan Jakarta.

Menurutnya, dari sisi perundangan dan sejarah, tidak ada dasar kuat untuk menetapkan status istimewa bagi wilayah setingkat kota.

"Tidak pernah ada istilah khusus istimewa di tingkat kabupaten/kota, adanya di provinsi," lanjutnya.

Doli pun mencontohkan hanya ada beberapa daerah yang memiliki status khusus atau istimewa karena alasan historis yang kuat. Jakarta, misalnya, dengan predikat khusus Daerah Khusus Ibu (DKI) Jakarta yang menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

"Kekhususan itu tetap dipakai karena dia punya sejarah pernah jadi ibu kota yang cukup lama. Itu kemarin kami sepakati kenapa tetap pakai kata khusus, tapi tidak pakai ibu kota karena ibu kotanya sudah dipakai Nusantara," paparnya.

Yogyakarta juga disebut Doli sebagai contoh daerah yang layak menyandang status istimewa karena perannya yang krusial saat awal kemerdekaan Indonesia, pernah menjadi ibu kota negara pada tahun 1946.

"Karena punya sejarah yang kuat untuk kemerdekaan Indonesia. Ada kesultanan di sana waktu itu, yang memang betul-betul mem-back up kemerdekaan," jelasnya.

Baca juga: Daerah Istimewa Yogyakarta bentuk wadah kolaborasi keamanan sandi dan siber

Selain itu, Aceh sempat mendapatkan status istimewa karena kontribusi signifikan warganya pada masa awal kemerdekaan, salah satunya melalui sumbangan rakyat Aceh untuk pembelian pesawat Seulawah.

"Karena masyarakat Aceh waktu itu pernah kumpulkan uang untuk bantu pemerintah beli pesawat, namanya pesawat Seulawah. Makanya waktu itu pertimbangan Aceh jadi daerah istimewa, walaupun sekarang istimewanya sudah hilang ya," tuturnya.

Papua dan Aceh juga disebut sebagai daerah yang memiliki status otonomi khusus, yang dibarengi dengan alokasi dana khusus dari pemerintah pusat.

"Satu, kayak Papua, dia merdekanya baru belakangan dibandingkan provinsi yang lain, yang kedua memang itu daerah potensi alamnya luar biasa. Kita juga membutuhkan peningkatan kualitas manusianya yang cepat," ucap Doli, yang juga menjabat Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI.

Baca juga: Kanwil Kemenag DIY pertahankan program kerja di tengah efisiensi anggaran

Doli kembali menekankan bahwa belum pernah ada daerah istimewa di level kabupaten/kota, sehingga pemerintah diminta berhati-hati dalam menyikapi usulan dari daerah.

"Daerah istimewa apa? Dia mau jadi provinsi dulu atau kabupaten/kota? Kalau kabupaten/kota nggak dikenal daerah istimewa, dan kemudian alasannya apa? Punya latar belakang apa? Nah makanya menurut saya pemerintah harus hati-hati," ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa memberikan label istimewa kepada satu daerah bisa memicu efek domino di wilayah lain.

"Karena ini akan nanti bisa memicu atau mengundang daerah lain akan ada permohonan juga keistimewaannya dengan alasan macam-macam, mungkin alasannya karena memang di sana punya sejarah dan keraton, budaya, dan segala macam," tutupnya.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anggota DPR: Daerah istimewa tak pernah ada di bawah tingkat provinsi

Pewarta :
Editor: Nur Istibsaroh
COPYRIGHT © ANTARA 2025