Program JKN Bantu Supriyadi bertahan

id bpjs kesehatan, sleman,program JKN, bertahan, mengcover

Program JKN Bantu Supriyadi bertahan

Muhammad Supriyadi menunjukkan JKN Mobile dari telepon gengamnya. ANTARA/Nur Istibsaroh

Yogyakarta (ANTARA) - Senyum dan kesan ramah Muhammad Supriyadi, seorang ayah berusia 57 tahun, seolah mampu menutupi perjuangan yang penuh liku mencapai sehat, apalagi sejak dirinya divonis gagal ginjal pada pandemi COVID-19.

Ketakutan menjalani cuci darah sesuai vonis dokter, Supriyadi sempat mencari pengobatan alternatif dengan harapan bisa sembuh tanpa harus menjalani proses medis yang lebih intensif.

"Saya awalnya takut cuci darah. Waktu itu, saya mencoba obat-obatan alternatif salah satunya obat Jepang. Saya merasa ada perubahan dan saya senang sekali. Tapi, saya tidak tahu kalau itu hanya sementara,” kata ayah dari tiga anak ini sesekali batuk saat ditemui pada Rabu (28/05).

Obat tersebut membuat Supriyadi merasa lebih baik untuk sementara waktu, namun setelah beberapa lama, ia merasa kembali sakit.

"Uangnya habis dan saya sudah tidak bisa membeli obat itu lagi. Bahkan, saya merasa ada efek samping yang lebih buruk, seperti mudah demam dan badan terasa gatal-gatal sekujur badan,” kata Supriyadi sembari menunjuk dari ujung kepala sampai kaki.

Baca juga: Program JKN jadi harapan saat pensiun bagi Suradi

Selama berjuang melawan penyakitnya, Supriyadi menghabiskan lebih dari Rp15 juta, uang yang sebagian besar berasal dari anak-anaknya.

Ia juga mencoba alternatif lain, seperti terapi pengambilan darah kotor, yang meskipun sudah dilakukannya beberapa kali, ternyata tidak memberikan hasil yang diharapkan.

"Saya pergi sampai 7 kali untuk diambil darah kotornya, sekali tindakan bayar Rp100 ribu, tapi tidak ada perubahan. Malah, saya jadi kurang darah," tambahnya.

Setelah mencoba berbagai pengobatan alternatif dan merasa tidak ada perubahan yang signifikan, Supriyadi akhirnya memutuskan untuk berhenti dan mulai menjalani pengobatan medis. Ia pun memulai menjalani cuci darah.

"Pertama kali cuci darah kan melalui bagian dada, itu pun sempat macet. Anak-anak saya lah yang iuran untuk biaya pasang saluran baru di dada sebelahnya Rp5 juta," cerita Supriyadi.

Baca juga: Cuci Darah terjangkau dengan Program JKN

Tidak berhenti di situ, setelah beberapa waktu, Supriyadi mengalami infeksi pada saluran darah yang dipasang di dada.

"Dokter mengatakan ada infeksi. Tiga jari saya bengkak dan bernanah, sampai kuku-kuku di jari saya melengkung. Sekarang sudah sedikit mendingan, meskipun kuku jari saya masih melengkung, tidak tahu kenapa,” ujarnya sambil menunjukkan tiga jari tangannya yang masih bengkak meski sudah jauh membaik.

Setelah ditangani secara medis, Supriyadi pun merasa lebih tenang dalam menjalani cuci darah, yang sudah dilakukannya hampir tiga tahun terakhir ini.

Sebelum sakit, Supriyadi pernah mencoba berbagai usaha untuk mencukupi kebutuhan keluarga, seperti jualan es campur dan nasi goreng, namun usahanya tidak berjalan mulus.

"Saya pernah jualan nasi goreng, tapi setiap beli ayam, pasti ada yang mati. Jadi, saya punya banyak hutang. Akhirnya, saya beralih jualan es campur sampai sekarang. Ya istri saya sih yang berjualan, karena saya sudah tidak kuat berdiri lama," jelasnya.

Baca juga: Gotong royong Program JKN bebaskan beban Desi Lembah Hati

"Alhamdulillah, dengan adanya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan sangat membantu saya. Kalau tidak ada Program JKN, saya tidak tahu bagaimana nasib saya," kata Supriyadi yang merupakan peserta JKN kelas 3.

Supriyadi berulang kali menyampaikan rasa syukurnya berkat Program JKN yang mampu membuatnya bertahan, apalagi dirinya telah mengalami pahit getirnya berjuang sehat dan tidak sedikit uang yang telah anak-anaknya keluarkan.

"Istri saya ngajar di PAUD kampung, tahu sendiri kan ya tidak ada gajinya. Kalau tidak ada Program JKN, saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami. Jadi istri saya sepulang ngajar jam 10 lanjut jualan es campur, karena saya sudah tidak kuat berdiri lama,” katanya.

Selain menjalani cuci darah, Supriyadi juga harus menghadapi komplikasi lain dari penyakit diabetes yang dideritanya.
Baca juga: BPJS Kesehatan permudah layanan di MPP

"Saya harus suntik insulin sebelum makan agar gula darah saya tidak naik. Kalau tidak, gula saya bisa sangat tinggi, bahkan pernah mencapai 800," katanya.

Supriyadi tetap berusaha menjalani hidup dengan semangat meski banyak tantangan yang harus dihadapi, karena ketiga anaknya belum ada menikah.

Di tengah masalah kesehatan yang ia hadapi, Supriyadi terus bersyukur pada Allah SWT karena ada BPJS Kesehatan yang mengcover kesehatan, seluruh anaknya yang selalu mendapatkan beasiswa dan seluruhnya kuliah di perguruan tinggi negeri. Bahkan dua di antaranya telah lulus dan sudah bekerja, tinggal satu anaknya yang masih semester 6.

"Saya masih ingin sehat. Anak-anak saya belum menikah, saya ingin melihat mereka menikah dan punya cucu," ujarnya sambil tertawa, menutup wawancara.


Baca juga: Layanan kelas 2 rasa VIP gunakan Program JKN

Baca juga: Maria pun tenang karena semua ditanggung BPJS Kesehatan

Pewarta :
Editor: Nur Istibsaroh
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.