Aisyiyah dorong jurnalis suarakan kesetaraan dan berperspektif Gendsi

id aisyiyah,PP Aisyiyah,Gedsi,program inklusi,inklusi,gender, disabilitas

Aisyiyah dorong jurnalis suarakan kesetaraan dan berperspektif Gendsi

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Tri Hastuti Nur R. ANTARA/HO-Aisyiyah

Yogyakarta (ANTARA) - Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah mendorong jurnalis mampu menghasilkan karya jurnalistik yang tidak hanya inklusif, tetapi juga berperspektif gender, disabilitas, dan inklusi sosial (Gedsi), dengan memberikan penguatan kapasitas yang berlangsung di SM Tower & Convention Yogyakarta, Rabu (6/8).

Koordinator Program Inklusi yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Tri Hastuti Nur R menekankan bahwa Gedsi merupakan bagian integral dari hak asasi manusia yang harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.

"Gedsi merujuk pada kondisi di mana hak, kebutuhan, serta partisipasi setiap individu diakui secara adil dan setara, termasuk dalam pengambilan keputusan dan akses terhadap sumber daya pembangunan," jelasnya.

Menurutnya, Gedsi merupakan strategi pembangunan untuk mengatasi berbagai bentuk ketidaksetaraan yang ada, baik berdasarkan gender, disabilitas, maupun identitas sosial lainnya, seperti umur, suku, agama, dan ras.

Dalam kesempatan tersebut, Tri Hastuti juga berbicara tentang tantangan pemberitaan media yang kerap terjebak dalam budaya patriarkhi dan kekerasan simbolik dalam bahasa media sering memperburuk citra perempuan dan kelompok marjinal lainnya.

"Pemberitaan tentang kekerasan seksual sering kali diberitakan sebagai isu individu, sementara peristiwa yang memberitakan keberhasilan perempuan masih sangat minim dan cenderung stereotip," tegasnya.

Kegiatan tersebut, kata Tri Hastuti, diharapkan mampu mengubah jurnalis menjadi mitra strategis bagi Aisyiyah dalam menyuarakan isu-isu yang selama ini kurang terdengar.

“Jurnalis adalah agen yang sangat strategis untuk menyampaikan suara-suara dari kelompok yang sering tidak didengarkan, seperti perempuan korban kekerasan, difabel, petani perempuan, hingga ibu rumah tangga yang sering kali tidak diakui,” jelasnya.

Tri Hastuti juga mengingatkan agar media tidak lagi menggunakan istilah-istilah yang mengandung stigma negatif terhadap disabilitas, misalnya, kata 'tuna daksa' diganti dengan 'difabel daksa', dan 'tuna rungu' dengan 'Tuli'.

"Bahasa yang kita gunakan mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap kelompok tersebut," tambahnya.

Acara tersebut Tri Hastuti menyampaikan materi soal Memahami Gedsi dan Mengapa Gedsi penting dalam jurnalisme, serta dua narasumber yakni Niki Alma Febriana Fauzi (Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah) yang mengusung materi soal Islam dan Gedsi; dan Jurnalis senior Kompas Sonya Hellen Sinombor yang menyampaikan materi Teknik Meliput, Wawancara, Menulis, dan Framing Peliputan yang Inklusif serta materi Menulis Feature dan Jurnalisme Investigastif dengan Pendekatan Inklusif.

Pewarta :
Editor: Nur Istibsaroh
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.