Jakarta (ANTARA) - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di PT Gudang Garam Tbk baru-baru ini menyita perhatian publik.
Sebanyak 308 pekerja terdampak kebijakan efisiensi akibat penurunan kapasitas produksi. Angka ini bukan sekadar statistik, karena di baliknya ada keluarga, ada kehidupan, ada masa depan yang ikut terguncang.
Namun, di balik tantangan yang muncul, situasi ini juga menjadi momentum penting untuk menata kembali arah kebijakan dan membangun ekosistem industri rokok nasional yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.
Kebijakan efisiensi yang diambil perusahaan dilakukan melalui skema pensiun dini serta tidak diperpanjangnya kontrak kerja bagi pegawai yang masa kerjanya telah habis.
Keputusan ini tentu tidak mudah, baik bagi manajemen maupun para pekerja. Namun, langkah tersebut diambil sebagai respons terhadap realitas pasar yang kian menantang.
Baca juga: Teliti politik uang buruh rokok, Ketum PP KBPII meraih doktor di UMY
Situasi ini menunjukkan bahwa keberlangsungan industri tidak hanya ditentukan oleh keputusan internal perusahaan, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi eksternal yang menekan sektor ini.
Salah satu faktor terbesar yang memicu penurunan produksi dan menimbulkan efek berantai pada lapangan kerja adalah maraknya peredaran rokok ilegal. Fenomena ini menjadi persoalan serius yang selama ini belum tertangani secara optimal.
Rokok ilegal dijual dengan harga jauh lebih murah karena tidak membayar cukai, padahal dari setiap batang rokok legal, sekitar 78 persen nilainya disetorkan langsung ke kas negara.
Baca juga: Paparan rokok bisa sebabkan gangguan penyerapan nutrisi pada ibu hamil
Ketika rokok ilegal merajalela, dampaknya berlapis, penerimaan negara tergerus, industri formal kehilangan daya saing, dan pekerja menjadi korban.
Namun, tantangan ini bukan akhir dari segalanya. Justru di sinilah kesempatan besar untuk memperkuat sinergi antara pemerintah, pelaku industri, serikat pekerja, dan masyarakat.
Rokok ilegal hanya bisa diberantas bila ada keberanian untuk bertindak, komitmen untuk bekerja sama, dan konsistensi dalam menegakkan aturan.
Pemerintah perlu memperkuat pengawasan, menutup celah distribusi, dan menindak tegas pelanggaran.
Aparat penegak hukum, otoritas bea cukai, serta kementerian terkait harus bergerak terpadu. Dengan koordinasi yang solid, arus rokok ilegal dapat ditekan dan keadilan pasar dapat dipulihkan.
Namun, memberantas rokok ilegal bukan hanya soal penegakan hukum. Masyarakat juga memegang peran kunci. Produk ilegal tetap beredar karena permintaan pasar yang tinggi.
Ketika konsumen memilih produk ilegal karena harganya lebih murah, dampaknya justru kembali pada masyarakat sendiri, penerimaan negara berkurang, industri yang patuh aturan kehilangan keberlanjutan, dan ribuan lapangan kerja terancam.
Kesadaran publik menjadi senjata utama. Memilih produk legal berarti melindungi keberlangsungan industri, menjaga penerimaan negara, dan melindungi masa depan pekerja serta keluarganya.
