Warga Lombok segera realisasikan tradisi I "Bau Nyale'

id tradisi bau nyale

Warga Lombok segera realisasikan tradisi I "Bau Nyale'

Ilustrasi ribuan warga memadati pesisir pantai untuk mencari "nyale" (cacing laut) di Pantai Seger, Lombok Tengah, NTB, (Foto Antara)

Mataram (Antara Jogja) - Warga di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), terutama di wilayah Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur, segera merealisasikan tradisi penyambutan "bau nyale" atau tangkap nyale (cacing laut dalam bahasa Sasak).

"Tradisi rutin setiap tahun yang telah menjadi bagian dari kalender pariwisata NTB, bahkan nasional itu, dijadwalkan 19-20 Februari 2014," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Lombok Timur, Lalu Wirabakti, yang dihubungi dari Mataram, Minggu.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tradisi "bau nyale" itu digelar di dua lokasi yakni Pantai Kaliantan, Desa Serewe, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, dan di Tanjung Aan, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.

Penyelenggaraan tradisi "bau nyale" itu didukung dua pemerintah kabupaten, pada dua lokasi yang berbeda.

Di Kabupaten Lombok Timur, pemerintah setempat selalu memadukan dengan Festival Kaliantan yang menampilkan berbagai pagelaran kesenian daerah, yang dimulai beberapa hari sebelum puncak "bau nyale" yang biasanya digelar dini hari.

Sedangkan di Kabupaten Lombok Tengah, tradisi tersebut dipadukan dengan pemilihan putri Mandalika.

Wirabakti mengatakan, tahun ini Pemerintah Kabupaten Lombok Timur mengupayakan lebih meriah dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga jenis kegiatan Festival Kaliantan lebih diperbanyak.

"Ada parade budaya, menyisik 'bau nyale', peresean, musik gambus, dan pagelaran seni tradisional lainnya," ujarnya.

Tradisi penyambutan "bau nyale" yang sudah turun-temurun sejak ratusan tahun silam itu didasarkan pada penghitungan penanggalan menurut tahun Sasak.

Setiap tahun "nyale" atau sejenis cacing laut (anelida polycaetae) yang muncul sekali dalam setahun di pantai selatan Pulau Lombok, ditangkap pada tanggal 19 dan 20 bulan kesepuluh dan kesebelas.

Awal tahun Sasak ditandai dengan terbit bintang "Rowot", sementara menurut penghitungan suku Sasak bulan kesatu dimulai pada tanggal 25 Mei dan umur setiap bulan dihitung 30 hari.

Jika dibandingkan dengan tahun Masehi, perbedaan siklusnya berbeda sedikit atau bulan kesepuluh dan dan kesebelas itu berkisar antara Pebruari atau Maret.

"Nyale" yang hendak ditangkap itu diyakini merupakan jelmaan dari Putri Mandalika yang pada ratusan tahun silam memilih menceburkan diri ke Laut Selatan Pulau Lombok ketika kesulitan memilih satu dari tiga pangeran yang sangat ingin mempersuntingnya.

Konon saat menceburkan diri itu Putri Mandalika berubah menjadi "Nyale" yang kemudian diasumsikan oleh masyarakat di sekitar pantai selatan itu kalau Puteri Mandalika berubah menjadi "nyale" agar berguna bagi banyak orang, daripada menjadi obyek perebutan ketiga pangeran tersebut.

Setiap perayaan tradisi penyambutan "bau nyale" warga Lombok dari berbagai pelosok berbondong-bondong ke lokasi menggunakan beragam jenis kendaraan bermotor hingga terjadi kemacetan arus lalu lintas dan antrean panjang di pintu masuk kawasan pantai, karena dipadati belasan hingga puluhan ribu orang.
(A058)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024