KPK sita dokumen terkait penggledahan kasus bangkalan

id kasus bangkalan kpk

KPK sita dokumen terkait penggledahan kasus bangkalan

Komisi Pemberantasan Korupsi (ANTARA)

Jakarta (Antara Jogja) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyita sejumlah dokumen dari penggeledahan dalam penyidikan dugaan penerimaan suap terkait dengan jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan Madura.

"Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen, dalam bentuk fisik dan digital," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, di Jakarta.

Penyidik KPK pada Senin (8/12) dan Selasa (9/12) melakukan penggeledahan di beberapa tempat di Jakarta, yakni di salah satu rumah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan Fuad Amin Imron di daerah Cipinang, rumah dan kantor Rauf di gedung AKA Jalan Bangka I, Mampang, Jakarta Selatan dan kantor Antonio Bambang Djatmiko di PT Media Karya Sentosa, gedung Energi lantai 17 di kawasan Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan.

Fuad ditangkap pada Selasa (2/12) dini hari di rumahnya Bangkalan. Sebelumnya, dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), KPK mengamankan Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonio Bambang Djatmiko dan perantara penerima suap yaitu Rauf di  gedung AKA Jalan Bangka Raya No 2 Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta pada Senin (1/12) siang, dan menyita Rp700 juta dari Rauf.

Selanjutnya KPK juga mengamankan Kopral Satu TNI AL Darmono selaku perantara pemberi di gedung Energy Building di Sudirman Central Bussiness District (SCBD) Lot 11 A Jalan Jenderal Sudirman Kavling 52-43 Jakarta Selatan.

Kaitan Fuad Amin dengan PT MKS dimulai saat Fuad Amin masih menjadi bupati Bangkalan pada periode 2003-2008, yang dilanjutkan pada 2008-2013.

Fuad mengajukan permohonan kepada BP Migas agar Kabupaten Bangkalan mendapatkan alokasi gas bumi yang berasal dari eksplorasi Lapangan Ke-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat di bawah pengendalian PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO).

Kabupaten Bangkalan dan Pulau Madura memiliki hak diprioritaskan mendapatkan alokasi gas bumi untuk kebutuhan pembangkit berbahan bakar gas (PLTG) karena berguna untuk pengembangan industri di sekitar kawasan Jembatan Suramadu, kebutuhan kawasan industri dan kebutuhan rumah tangga warga Bangkalan.

Namun, sampai sekarang PHE-WMO tidak juga memberikan alokasi gas alam yang dimohonkan Fuad karena PHE-WMO menemui instalasi pipa penyalur gas bumi sampai sekarang belum juga selesai dibangun.

Kewajiban pembangunan pipa gas bumi ke Bangkalan, Madura, merupakan tanggung jawab PT MKS yang merupakan pihak pembeli gas alam berdasar perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Berdasar PJBG tersebut, PT MKS mendapatkan alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas melalui Pertamina EP (PEP) atas pertimbangan MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura.

Untuk memenuhi persyaratan PJBG, MKS bekerja sama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya. Perjanjian yang mengatur ¿Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan Kerja Sama Pengelolaan Jaringan Pipa¿ antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya ternyata tidak pernah diwujudkan MKS akibatnya, gas bumi sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur tidak pernah dipasok MKS.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf  b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU PEmberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Tersangka lain adalah Antonio Bambang Djatmiko dan Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan jabatan penyelenggara negara tersebut dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun.

(D017)

Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024