Akademisi: Pilkada senyap karena minim mobilisasi

id Pilkada

Akademisi: Pilkada senyap karena minim mobilisasi

ilustrasi (antaranews)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2015 terasa senyap merupakan hal wajar karena pesta demokrasi tingkat daerah sekarang ini minim mobilisasi, kata pengajar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ahmad Maruf.

"Berbeda dengan pilkada sebelumnya, pilkada 2015 antusiasme penggalangan massa dilakukan secara terbatas karena ada peraturan KPU yang membatasi. Kalau sekarang minim mobilisasi massa dan tidak ada hiruk pikuk karena rakyat kurang berminat. Mobilisasi tidak jadi pilihan, ongkosnya mahal," kata Ahmad Maruf di Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, pada sisi pimpinan partai dan struktur atau tokoh partai politik (parpol) yang memberikan dukungan ke calon kepala daerah juga tidak banyak bekerja.

"Pimpinan parpol merasa sudah memberikan restu, bahkan ada yang sudah dapat `mahar` dari kandidat. Kalaupun ada anggota dewan yang terpilih, mereka juga tidak terlalu aktif," katanya.

Ia mengatakan, sekarang ini gerakan dari tim sukses, gerakan personal di tim, dirasa lebih cocok dan sesuai kondisi daerah.

"Jika dihitung dari sisi biaya, pemerintah dengan desain aturan pilkada memang berusaha selenggarakan pilkada yang tak banyak sedot anggaran," katanya.

Ahmad mengatakan, merujuk data sebelum pilkada serentak dipilih, calon kepala daerah harus rogoh kocek sampai Rp5 miliar untuk Jawa, sementara di luar Jawa bisa sampai Rp15 miliar.

"Dulu ada mobilisasi tiap motor butuh bensin sekian rupiah, masih ada

ongkos bikin kaos, dan lain-lain. Sekarang hanya relawan saja, pola berbeda, dulu jor joran uang, sekarang pragmatisme ditekan," katanya.

Ia mengatakan, ukuran keberhasilan pilkada serentak, disebutkan jika jumlah pemilih bisa lampaui angka 60 persen pemilih hadir dan mencoblos ke TPS.

"Hal yang perlu dicatat, pilkada rupanya bukan jadi kebutuhan rakyat, beda denga yang lalu. Partisipasi rame-rame meriah karena banyak mobilisasi. Sekarang calon strateginya berubah, kondisi sosialnya juga beda. Kalau Jokowi bilang senyap ya gak apa-apa, tapi ini tantangan bagi KPU agar bisa undang lebih banyak partisipasi pemilih," katanya.

Sementara itu terkait pelaksanaan Pilkada serentak di Sleman, calon bupati Sleman Yuni Satia Rahayu banyak terbantu pergerakan sosialisasi program bersama relawan.

"Di luar sosialisasi dari internal partai pengusung, bersama dengan calon Wakil Bupati Sleman Danang Wicaksana Sulistya juga memilih kampanye dialogis dengan kunjungan pasar, ke kelompok kandang ternak, komunitas petani, kelompok lansia hingga organisasi kepemudaan dan ormas," katanya.

Menurut dia, untuk memastikan partisipasi pemilih agar datang ke TPS, di setiap kali kunjungan, dirinya selalu mengajak rakyat Sleman aktif dalam pilkada Sleman 9 Desember 2015.***2***

(V001)

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024