Yogyakarta (Antara Jogja) - Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta mencanangkan program "ecobricks" atau batu bata ramah lingkungan sebagai salah satu upaya menangani sampah plastik agar bisa dimanfaatkan dalam bentuk lain.
"Tidak perlu lagi memperdebatkan cara terbaik dalam menangani sampah, yang penting adalah bekerja menangani sampah, salah satunya dengan metode `ecobricks`," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta Suyana di sela pencanangan "ecobricks" di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, pengurangan volume sampah yang dihasilkan Kota Yogyakarta sudah dilakukan sejak 2009 dengan beragam metode, seperti bank sampah, pemilahan sampah sejak dari rumah tangga hingga mengelola sampah menjadi kerajinan dan kompos.
Namun, lanjut Suyana, hingga saat ini pengurangan sampah baru mencapai 3,5 persen dari target pengurangan 20 persen pada 2015. Saat ini, jumlah sampah yang dihasilkan Kota Yogyakarta mencapai sekitar 240 ton per hari dengan 14 persen di antaranya adalah sampah plastik.
BLH Kota Yogyakarta kemudian mengadopsi penanganan sampah plastik melalui metode "ecobricks" yang diperkenalkan pasangan Russell Maier dan Ani Himawati.
Melalui metode tersebut, warga diajak menyulap sampah plastik menjadi bahan material yang bisa dimanfaatkan untuk beragam fungsi, mulai dari bangku, meja hingga kebutuhan lainnya.
Sampah plastik yang tidak memiliki nilai dimasukkan dan dipadatkan ke dalam sebuah botol plastik hingga penuh. Botol yang sudah terisi sampah plastik yang kering dan bersih tersebut bisa disusun menjadi berbagai bentuk sesuai kebutuhan.
"Saya mengawali pembuatan `ecobricks` sejak empat tahun lalu di Filipina. Saat itu, saya tinggal di desa yang asri dan mulai berfikir mengenai sampah plastik agar tidak hanya terbuang percuma," kata Maier.
Warga Kanada yang lama tinggal di Filipina itu kemudian mulai mendekati sekolah-sekolah untuk mengajarkan cara membuat "ecobricks" dari sampah plastik.
"Memang butuh waktu cukup lama untuk membuat sebuah `ecobricks`. Selama membuat `ecobricks`, pikiran kita terhadap plastik akan berubah. Plastik bukan lagi sampah tetapi sumber daya," katanya.
Maier kemudian tinggal di Bali dan menyebarkan metode "ecobricks" di sana.
Namun, lanjut dia, hanya Yogyakarta yang pemerintahnya memiliki respon paling cepat terhadap metode tersebut dengan mengangkatnya sebagai program kegiatan.
Di Yogyakarta, metode "ecobricks" mulai dikenalkan pada Maret dengan menggandeng 405 bank sampah di wilayah. Hingga saat ini, sudah ada hampir 6.000 "ecobricks" yang bisa dibuat.
Sebuah botol air mineral 600 mililiter membutuhkan setidaknya 2.500 lembar plastik bungkus mi instan atau setara 250 gram sampah plastik.
Selain mengurangi kuantitas sampah plastik yang dibuang ke tempat pembuangan sampah, metode "ecobricks" tersebut juga mampu mengurangi jumlah karbondioksida yang dilepaskan ke lingkungan.
(E013)