Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut Kota Yogyakarta dapat menjadi model dalam pencegahan dan penanganan berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan pada perempuan maupun anak.
“Kami ingin belajar dari Yogyakarta bagaimana menangani kekerasan yang dialami perempuan dan anak karena semua aspek dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan sudah bagus,” kata Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) Agustina Erni saat berkunjung ke Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya kasus kekerasan pada perempuan dan anak dan kondisi tersebut jamak dialami berbagai daerah di Indonesia bahkan negara-negara lain di dunia.
“Di masa pandemi ini, kasus kekerasan meningkat, kekerasan pada anak dan perempuan meningkat, hingga kasus gangguan emosi pada anak juga meningkat,” katanya.
Ia berharap, Kota Yogyakarta yang sudah memiliki jejaring yang kuat dalam penanganan kasus kekerasan bisa memberikan contoh dan masukan mengenai berbagai upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan.
Selain kasus kekerasan anak dan perempuan, Agustina mengatakan, permasalahan perkawinan usia anak juga menjadi salah satu permasalahan yang harus segera dipecahkan.
“Perkawinan usia anak sangat rentan menimbulkan berbagai permasalahan lain. Tidak hanya permasalahan kesehatan tetapi juga bisa meluas ke permasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Makanya, harus bisa dicegah agar tidak terjadi lagi,” katanya.
Ia menyebut, salah satu penyebab pernikahan dini adalah kehamilan tidak diinginkan sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Yogyakarta, kasus kekerasan selama pandemi COVID-19 meningkat.
Pada 2019, kasus kekerasan perempuan dan anak tercatat 122 kasus dan meningkat menjadi 145 kasus pada 2020 dan hingga Oktober 2021 sudah ada 175 kasus.
Begitu pula dengan kasus kekerasan pada anak juga meningkat dari 39 kasus pada 2020 menjadi 55 kasus hingga Oktober 2021.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan bahwa Yogyakarta sudah memiliki bekal karena menyandang status sebagai Kota Layak Anak (KLA) kategori utama.
“Saya kira, predikat ini menjadi bekal yang bagus dan harus bisa dipahami oleh semua masyarakat. Predikat ini harus bisa dirasakan masyarakat hingga wilayah terkecil,” katanya.
Ia pun mengusulkan digelar penilaian serupa hingga ke tingkat kecamatan bahkan turun hingga ke tingkat kelurahan agar seluruh masyarakat benar-benar memahami arti Yogyakarta sebagai Kota Layak Anak.
Dengan demikian, lanjut dia, harapan Yogyakarta menjadi kota layak anak yang sebenarnya bisa segera diwujudkan. “Ada sinergi yang kuat antar berbagai elemen masyarakat untuk bersama-sama bekerja mewujudkan kota layak anak,” katanya.
Berita Lainnya
Polda DIY membekuk tiga tersangka penipuan bermodus pinjaman Rp25 miliar
Sabtu, 14 Desember 2024 3:51 Wib
Pemkab Sleman mendampingi 164 anak korban kekerasan selama 2024
Senin, 9 Desember 2024 10:38 Wib
Sleman melakukan pendampingan psikologi tekan kasus kekerasan pada anak
Jumat, 6 Desember 2024 22:40 Wib
Pemkot Yogyakarta atasi kasus kekerasan melalui aplikasi lapor kekerasan
Sabtu, 30 November 2024 19:46 Wib
Ohana Yogyakarta kampanyekan 16 hari antikekerasan terhadap perempuan
Jumat, 29 November 2024 15:38 Wib
Menteri PPPA nilai sebagian besar kasus kekerasan bermula dari gawai
Kamis, 28 November 2024 18:30 Wib
Sleman meluncurkan "Kon Eling Si Molin" dekatkan pelayanan konseling
Selasa, 26 November 2024 16:06 Wib
Bantul mengajak masyarakat aktif cegah kekerasan pada perempuan dan anak
Jumat, 22 November 2024 18:25 Wib