Yogyakarta (ANTARA) - Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) mengakui banyak menerima pengaduan dari konsumen di Yogyakarta terkait kasus penarikan kendaraan secara paksa oleh penagih utang ("debt collector").
"Pengaduan kasus pengambilan paksa atau perampasan masih dominan di Yogyakarta. Tahun lalu hampir sama," kata Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Saktyarini Hastuti di Yogyakarta, Kamis.
Tutik menyebutkan pada 2021 pengaduan mengenai kasus kredit kendaraan bermotor atau "leasing" yang berujung penarikan paksa tercatat sebanyak 8 kasus dari 29 pengaduan konsumen yang diterima.
Baca juga: LKY: kenaikan tarif parkir perlu diikuti peningkatan layanan
Sejak Januari 2022 hingga Juli 2022, LKY kembali menerima tiga pengaduan terkait kasus serupa.
"Tidak hanya motor (sepeda motor), ada juga mobil yang ditarik paksa," kata dia.
Ia menyesalkan kasus penarikan paksa kendaraan oleh lembaga pembiayaan masih terjadi di Yogyakarta karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa perusahaan kreditur ("leasing") tidak bisa menarik atau mengeksekusi objek seperti kendaraan secara sepihak.
Hal itu diatur dalam putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 bahwa kreditur atau kuasanya ("debt collector") harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik objek jaminan fidusia.
"Tidak boleh tiba-tiba menarik paksa di jalan raya atau datang ke rumah lalu mengambil kendaraan. Itu sudah perampasan kalau kayak gitu," ujar dia.
Berdasarkan laporan dari konsumen, menurut dia, beberapa perusahaan "leasing" di Yogyakarta membebankan biaya penarikan jika konsumen ingin mengambil kembali kendaraan yang disita.
"Biaya penarikan ada yang sampai Rp3 juta sampai Rp4 juta. Itu di luar cicilan. Itu kan mengada-ada," ucap Saktyarini.
Terkait pengaduan itu, menurut dia, sebagian sudah selesai dan berakhir melalui mediasi dan ada yang masih dalam proses. "Kalau tidak selesai di mediasi ya bisa sampai ke pengadilan," katanya.
Ia berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menertibkan lembaga pembiayaan kendaraan bermotor yang menyalahi aturan dalam penagihan. "Apalagi (perusahaan) yang diadukan itu rata-rata legal," kata dia.
Saktyarini menilai masih banyaknya kasus perampasan terkait kredit kendaraan bermotor di DIY, antara lain karena tidak sedikit konsumen yang terjebak dengan iming-iming uang muka ringan beserta proses yang mudah.
"Uang mukanya ringan tapi pihak 'leasing'-nya juga kurang memperhatikan kemampuan konsumen melakukan pinjaman. "Check" dan "recheck" itu bisa jadi kurang sehingga ketika kredit diloloskan kemudian macet akhirnya motor ditarik," kata dia.
Selain itu, kata dia, masih banyak masyarakat atau konsumen yang cenderung konsumtif dan terburu-buru mengajukan kredit tanpa menyadari kemampuannya.
"Konsumen juga kurang cermat memahami kesepakatan yang ada. Kadang merasa dimudahkan di awal tapi di belakang merasa berat akhirnya nunggak," ujar dia.
Baca juga: LKY meminta distribusi minyak goreng bersubsidi tepat sasaran
Baca juga: LKY siap menerima aduan mengenai kenaikan tiket pesawat
Berita Lainnya
Neta segera distribusikan kendaraan listrik V-II ke RI
Kamis, 2 Mei 2024 15:09 Wib
Tonton produk kendaraan listrik baru di PEVS 2024
Rabu, 1 Mei 2024 6:27 Wib
PLN Icon Plus uji coba kendaraan listrik Jakarta-Mandalika, NTB
Minggu, 21 April 2024 20:53 Wib
Selama arus mudik Lebaran 2024, transaksi di SPKLU naik lima kali lipat
Minggu, 21 April 2024 18:45 Wib
Selama Lebaran 2024, sebanyak 109 ribu kendaraan lintasi Tol Solo-Yogya-YIA
Kamis, 18 April 2024 6:18 Wib
1,39 juta kendaraan masuk Jabotabek
Rabu, 17 April 2024 19:26 Wib
406 ribu mobil masih keluar masuk Jabotabek
Rabu, 17 April 2024 19:22 Wib
Sebanyak 728 ribu kendaraan wisatawan dan pemudik masuk Gunungkidul
Selasa, 16 April 2024 10:27 Wib