Semarang (ANTARA) - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengingatkan kepada publik untuk mewaspadai teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) karena berdampak besar pada keamanan siber.
Pratama Persadha menjelaskan bahwa Generative AI atau Gen AI adalah sebutan untuk teknologi kecerdasan buatan yang mampu menghasilkan konten, gambar, teks, atau data baru yang memiliki karakteristik seperti manusia.
"Gen AI telah diterapkan dalam berbagai bidang seperti pembuatan gambar realistis, pembuatan teks, bahkan untuk keperluan keamanan siber," kata Pratama ketika memprediksi ancaman siber pada tahun 2024 melalui percakapan daring dengan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Senin.
Diungkapkan pula bahwa ancaman phishing (pengelabuan) dan short message service (SMS) atau layanan pesan teks mungkin lebih sulit dikenali karena lebih sedikit kesalahan ejaan dan kesalahan tata bahasa.
Dengan akses ke informasi seperti nama, perusahaan, dan jabatan, menurut dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) PTIK ini, penyerang dapat menggunakan AI untuk lebih mudah menargetkan lebih banyak orang dengan email pribadi yang disesuaikan untuk mereka.
Pratama yang juga Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC memperkirakan pada tahun 2024 serangan ransomware (perangkat pemeras) lebih canggih.
"Perkembangan serangan ransomware dengan teknik dan taktik yang lebih canggih, termasuk penggunaan teknologi kecerdasan buatan dan enkripsi yang lebih kuat," kata dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini.
Begitu pula, lanjut dia, serangan APT (advanced persistent threat) yang lebih terfokus pada sektor-sektor kritis, pemerintahan, dan bisnis-bisnis besar dengan tujuan spionase dan pencurian data sensitif.
Pratama memperkirakan pada tahun 2024 bakal terjadi perluasan serangan supply chain (SC) atau rantai pasok. Peningkatan serangan terhadap rantai pasokan untuk merusak integritas perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan oleh organisasi dan individu.
Pada tahun 2024, kata Pratama, negara-negara akan melakukan operasi siber demi keuntungan geopolitik. Prioritasnya termasuk ambisi geopolitik, pembangunan ekonomi kebutuhan, dan persaingan dengan pesaing regional serta pengumpulan intelijen dan erangan yang mengganggu, terutama menargetkan mata uang kripto untuk mendanai operasi spionase.
Berita Lainnya
Apple: Awas ancaman serangan spyware ke pengguna di 92 negara
Jumat, 12 April 2024 8:08 Wib
Revisi UU ITE, kata Ikano Unpad, langkah progresif kenotariatansiber Indonesia
Sabtu, 2 Maret 2024 8:06 Wib
Atasi hoaks usai pemungutan suara, patroli siber digencarkan
Kamis, 15 Februari 2024 10:34 Wib
UI perluas jaringan bidang keamanan siber
Rabu, 7 Februari 2024 5:39 Wib
BSSN- PT PAL lindungi informasi industri pertahanan
Selasa, 16 Januari 2024 7:34 Wib
Prabowo-Gibran fokus bangun pertahanan siber
Minggu, 7 Januari 2024 16:20 Wib
KPU diminta menjelaskan keamanan sistem data pemilu secara transparan
Kamis, 4 Januari 2024 1:38 Wib
Polri kantongi izin bentuk Ditsiber di 8 polda
Kamis, 28 Desember 2023 5:52 Wib