Bawaslu DIY perkirakan potensi konflik pilkada di Kulon Progo terendah

id Bawaslu DIY,Pilkada 2024,Kulon Progo

Bawaslu DIY perkirakan potensi konflik pilkada di Kulon Progo terendah

Ketua Bawaslu DIY Muhammad Najib. (ANTARA/Sutarmi)

Kulon Progo (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu Daerah Istimewa Yogyakarta memperkirakan tingkat gesekan dan konflik sosial politik terkait Pilkada 2024 di empat kabupaten/kota di DIY paling rendah di Kabupaten Kulon Progo dan tertinggi di Kabupaten Sleman.

Ketua Bawaslu DIY Muhammad Najib di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin, mengatakan banyak masukan dari berbagai pihak yang menyebutkan tingkat gesekan tertinggi di Sleman, disusul Bantul dan Kota Yogyakarta, Gunungkidul, terakhir baru Kulon Progo.

"Tingkat gesekan dan konflik sosial politik dalam Pilkada 2024 di Kulon Progo relatif landai," kata Najib.

Menurut dia, kerawanan pilkada itu harus menjadi masukan bagi Bawaslu untuk meningkatkan dalam pengawasan.

"Pengawas yang baik adalah pengawas yang bisa memetakan potensi kerawanan, sehingga yang bersangkutan bisa melakukan mitigasi dan melakukan upaya untuk mencegah potensi kerawanan," katanya.

Lebih lanjut, Najib mengatakan potensi kerawanan antara pemilu dengan pilkada tidak jauh pergeseran.

"Dalam Pilkada 2024 ini, banyak menduga tingkat gesekan lebih kuat karena jarak antara calon dengan pemilih dekat, sehingga potensi gesekan lebih tinggi," kata Najib.

Menurut dia, potensi gesekan ini tidak hanya antarpendukung calon peserta pilkada, tapi juga elit di lapangan.

Ia mencontohkan pemilihan kepada desa/lurah, konflik lebih kuat. Hal ini dikarenakan begitu dekatnya jarak antara yang berkompetisi dan antarpendukung.

"Potensi konflik, dan gesekan sosial lebih tinggi," katanya.

Lebih lanjut, Najib mengatakan dalam pilkada ini, hal yang diwaspadai adalah potensi politik uang masih tinggi. Politik uang akan bekerja terkait dengan pemilih karena sifatnya lebih lokal. Hal itu dikarenakan nilai transaksi lebih terukur.

Selanjutnya, kata Najib, potensi kerawanan ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara, dan lurah/kepala desa. Hal ini dikarenakan pilkada ini, siapa yang terpilih akan menjadi potensi besar yang menentukan nasib bagi pejabat ASN yang sekarang menjabat sebagai kepala OPD atau pejabat yang berpotensi diangkat sebagai kepala OPD.

"Mereka dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah, karena mereka dalam posisi mundur kena, maju kena. Kalau tidak ikut mendukung, maka yang bersangkutan terancam kariernya. Cara bupati terpilih dalam memberikan konsesi kepada pejabat adalah memberikan jabatan atau posisi," katanya.