Mewujudkan kesetaraan
Masyarakat luas juga berperan dalam mewujudkan kesetaraan gender. Cara pandang terhadap perempuan perlu diubah ke arah yang lebih adil.
Norma yang menganggap perempuan sebagai pencari nafkah sekunder atau lebih cocok untuk pekerjaan tertentu harus ditinggalkan.
Stereotip kuno yang menganggap laki-laki sebagai pencari nafkah utama harus ditinggalkan, dan pekerjaan domestik dilihat sebagai tanggung jawab bersama suami-istri.
Pembagian peran yang lebih setara di dalam rumah tangga bukan hanya membantu perempuan untuk lebih produktif di dunia kerja, tetapi juga mengajarkan kepada generasi mendatang bahwa tanggung jawab ekonomi bukanlah beban satu gender saja.
Pendidikan sejak dini penting untuk menanamkan kesetaraan gender, didukung peran media yang menampilkan figur perempuan sukses guna menginspirasi perubahan.
Media dan industri hiburan berkontribusi besar dalam membentuk persepsi masyarakat. Jika perempuan terus-menerus digambarkan dalam peran yang sempit, seperti hanya sebagai ibu rumah tangga atau pekerja di sektor tertentu, maka sulit bagi masyarakat untuk melihat potensi perempuan secara lebih luas.
Oleh karena itu, narasi tentang perempuan dalam ekonomi harus terus diperluas dan ditampilkan secara lebih beragam.
Bila budaya masyarakat sudah mendukung, kebijakan inklusif dari pemerintah maupun dunia usaha akan lebih efektif berjalan tanpa terbentur bias.
Di Indonesia, beberapa kebijakan sudah mulai mendukung perempuan dalam ekonomi, tetapi implementasinya masih perlu diperkuat.
Dari sisi kebijakan, pemerintah perlu mengambil langkah nyata untuk memberdayakan perempuan dalam ekonomi. Misalnya menegakkan aturan ketenagakerjaan yang melarang diskriminasi gender dan memastikan prinsip “upah sama untuk kerja yang sepadan” terlaksana.
Baca juga: PP 'Aisyiyah sebut Hari Ibu momentum refleksi kehidupan perempuan Indonesia
Ketimpangan upah antara perempuan dan laki-laki masih menjadi isu nyata di banyak sektor. Hal ini tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi karena bakat dan potensi mereka tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu, perlu memperluas akses perempuan terhadap pendidikan dan pelatihan vokasi, serta skema kredit bagi wirausaha perempuan agar usaha mereka bisa naik kelas.
Banyak perempuan pelaku UMKM yang kesulitan mengakses modal karena tidak memiliki jaminan atau dianggap kurang layak mendapatkan pinjaman.
Padahal, mereka telah membuktikan bahwa usaha kecil yang mereka jalankan berkontribusi besar terhadap ekonomi daerah.
Program-program kredit berbasis gender yang lebih fleksibel dan berbasis komunitas bisa menjadi solusi untuk memperkuat keberlanjutan usaha perempuan.
Dukungan seperti perpanjangan cuti melahirkan dan penyediaan daycare yang terjangkau juga penting untuk menciptakan lingkungan kerja ramah keluarga.
Banyak perempuan terpaksa berhenti bekerja setelah melahirkan karena kurangnya dukungan dari tempat kerja. Jika dunia usaha lebih fleksibel dalam memberikan kebijakan bagi ibu bekerja, produktivitas tenaga kerja perempuan bisa meningkat secara signifikan.
Baca juga: Relawan SAPA ujung tombak perlindungan anak dan perempuan di Kota Yogyakarta
