Hari Perempuan Internasional, Songsong masa depan ekonomi yang setara

id Hari Perempuan Internasional,8 Maret,kesetaraan gender,International Women's Day,IWD Oleh Hanni Sofia

Hari Perempuan Internasional, Songsong masa depan ekonomi yang setara

Mahasiswa membawa spanduk saat memperingati hari perempuan internasional di depan Balai kota Malang, Jawa Timur, Kamis (6/5/2025). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc.

Jakarta (ANTARA) - RA Kartini puluhan tahun silam pernah menggugat pandangan sempit tentang kodrat perempuan. Ia menulis, “Kami manusia, seperti halnya orang laki-laki. Aduh, berilah izin untuk membuktikannya. Lepaskan belenggu saya! Izinkan saya berbuat dan saya akan menunjukkan, bahwa saya manusia. Manusia seperti laki-laki."

Keinginan untuk melepaskan diri dari belenggu tersebut menegaskan bahwa perempuan memiliki nilai yang setara dalam membangun peradaban, termasuk di bidang ekonomi.

Di Indonesia, peran perempuan dalam ekonomi bukan sekadar pelengkap, melainkan pilar utama yang menopang berbagai sektor, baik formal maupun informal.

Sejak era perdagangan tradisional hingga ekonomi digital saat ini, perempuan telah membuktikan diri sebagai pelaku ekonomi yang tangguh, inovatif, dan adaptif terhadap perubahan zaman.

Sebuah urgensi yang relevan untuk ditegaskan kembali seiring Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day/ IWD) yang diperingati setiap 8 Maret.

Ini bukan hanya momen selebrasi, melainkan panggilan untuk merenungkan kembali sejauh mana perempuan telah mendapatkan akses dan peluang yang adil dalam sistem ekonomi.

Baca juga: KemenPPPA melaksanakan pelatihan warga binaan Lapas Perempuan Yogyakarta

Konsep kesetaraan gender dalam ekonomi perlu diterjemahkan ke dalam kebijakan yang lebih inklusif. Artinya, sistem ekonomi harus didesain agar tidak bias gender dan memberi ruang setara bagi perempuan untuk maju.

Masih banyak perempuan di Indonesia yang menghadapi kendala dalam meniti karier atau mengembangkan usaha mereka karena norma sosial yang membatasi, kurangnya akses terhadap modal, serta ketimpangan dalam pembagian peran domestik.

Jika perempuan masih harus memilih antara bekerja atau mengurus keluarga, maka sistem ekonomi yang ada belum cukup mendukung mereka.

Prinsip ini bukan hanya tuntutan moral, tetapi sejalan dengan nilai keadilan sosial yang diamanatkan konstitusi serta komitmen global.

Ekonomi yang tidak melibatkan perempuan secara maksimal adalah ekonomi yang kehilangan separuh potensinya.

Sekjen PBB (1997-2006) Kofi Annan juga pernah menyatakan bahwa tidak ada alat pembangunan yang lebih efektif daripada pemberdayaan perempuan.

Ketika perempuan diberdayakan, mereka tidak hanya meningkatkan kesejahteraan diri sendiri tetapi juga komunitas di sekitarnya.

Pendapatan perempuan sering kali dialokasikan untuk pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan investasi masa depan, yang pada akhirnya menciptakan dampak positif jangka panjang bagi perekonomian nasional.

Pandangan ini menunjukkan bahwa dengan memberi kesempatan yang sama kepada perempuan bukan saja benar secara etis, tetapi juga langkah cerdas secara pragmatis.

Namun, kesempatan tidak hanya berbicara soal membuka akses pekerjaan atau usaha bagi perempuan. Lebih dari itu, kesempatan berarti menciptakan ekosistem yang memungkinkan perempuan berkembang tanpa batasan struktural yang menghambat.

Baca juga: UAD kukuhkan tiga guru besar perempuan