Gunungkidul (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta menyebut hasil identifikasi penyebaran penyakit antraks dua klaster, yakni Klaster Girisubo, dan Klaster Rongkop yang menyebabkan 25 warga terpapar antraks.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul Ismono di Gunungkidul, Selasa, mengatakan Dinkes Gunungkidul mengintensifkan pemantauan kesehatan terhadap 25 warga di dua kalurahan, masing masing Kalurahan Tileng (Girisubo) dan Kalurahan Bohol (Rongkop).
"Dari dua titik ini terdapat puluhan warga yang sampai saat ini masih dalam pantauan kesehatan pascakontak langsung dengan sapi yang mati mendadak dan disembelih," kata Ismono.
Ia mengatakan, saat ini terdapat dus klaster antraks di Kabupaten Gunungkidul. Klaster Girisubo ada empat orang kontak erat, tiga diantaranya positif satu orang suspek. Selanjutnya, Klaster Rongkop ada satu orang terdapat luka namun hasil laboratoriumnya negatif antraks.
Warga ini diketahui kontak erat dengan ternak mati, seperti mengangkut sapi sakit setelah disembelih, sopir angkutan dan lainnya.
"Kalau keluarga pemilik sendiri justru tidak ada," imbuhnya
Ismono mengatakan akan melakukan pemantauan kondisi kesehatan warga. Pemantauan melibatkan petugas dari puskesmas selama 60 hari pasca mereka memeriksakan diri.
Lebih lanjut, Ismono mengatakan penyakit antraks adalah penyakit yang bisa menular dari hewan yang terjangkit ke manusia
"Tapi tidak menular dari manusia ke manusia," katanya.
Menurut dia, antraks menjangkiti manusia dapat dilihat dari gejala-gejala yang muncul di antaranya, terdapat luka terbuka di kulit yang berbentuk bulat dan di sekitarnya meradang merah. Kemudian di tengahnya terdapat keropeng. Atasnya kering namun kadang dapat diangkat dan luka di bawah basah.
"Pasien juga mengalami panas tinggi selama tiga sampai lima hari," katanya.
Gejala penyakit ini, selain infeksi melalui kulit, juga bisa menyerang saluran pencernaan dan pernafasan pada manusia. Mulai dari mual, sesak nafas, mudah lelah, diare hebat, nyeri dada dan lainnya.
"Pada kondisi ini, antraks memiliki dampak mortalitas atau kematian yang tinggi dibanding luka infeksi. Jadi pasien harus mendapatkan penanganan medis yang tepat, kalau tidak bisa fatal," katanya.