Ini posisi Rusia dan China jika AS berani menyerang Iran

id Konflik Iran Israel, Donald Trump,Benjamin Netanyahu,Vladimir Putin Oleh Jafar M Sidik

Ini posisi Rusia dan China jika AS berani menyerang Iran

Penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Ali Larijani, mengatakan Iran sedang menyiapkan langkah-langkah untuk memberikan “respons yang tepat” terhadap serangan Israel baru-baru ini, menurut laporan kantor berita Tasnim pada Minggu (24/11/2024). ANTARA/Anadolu/py

Jakarta (ANTARA) - Saat ditanya wartawan Rabu pekan ini mengenai apakah Amerika Serikat akan ikut Israel menyerang fasilitas nuklir Iran, Presiden Donald Trump menjawab, "mungkin ya, mungkin tidak."

Tapi sudah ada desakan kuat di dalam negeri AS agar Trump membantu Israel menyerang Iran. Sebagian lagi menentang penglibatan militer AS dalam konflik itu.

Mungkin akhirnya Trump menceburkan AS dalam perang itu walau melawan janji elektoralnya untuk tak menjerumuskan AS ke dalam perang yang dirancang pihak lain.

Mungkin juga Trump berpegang teguh pada janjinya pada Pemilu 2024 itu.

Hal yang pasti, Israel akan terus berupaya menyeret AS dalam konflik rancangannya, karena tak mungkin sendirian menundukkan Iran.

Baca juga: Tiga negara Eropa akan bahas konflik Iran-Israel di Swiss

Israel, khususnya rezim Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, tak bisa menyembunyikan hasrat melemahkan Iran pada tingkat nol, sampai-sampai tak mengesampingkan skenario pembunuhan Pemimpin Spritual Iran Ayatullah Ali Khamenei.

Untuk itu, dari Presiden Turki Recep Erdogan sampai pakar internasional seperti Behnam Ben Taleblu dari Foundation for Defense of Democracies, menilai proyek rezim Netanyahu itu sudah lebih dari sekadar melucuti program nuklir Iran.

"Sejak awal, berdasarkan sasaran dan pesan publik yang disampaikan Israel, sudah jelas operasi ini lebih dari sekadar operasi anti-proliferasi (senjata nuklir)," kata Ben Taleblu dalam laman berita Vox, belum lama ini.

Netanyahu sendiri terang-terangan menginginkan "pergantian rezim" di Iran, yang sama seperti ketika AS menjungkalkan Saddam Hussein di Irak pada 2003.

Dalihnya pun sama, yakni mencegah penyebaran senjata nuklir, yang dalam kasus Saddam Hussein ternyata bohong besar.

Baca juga: IAEA: Serangan ke PLTN Iran bisa picu bencana radioaktif

Kini, dalih sama akan digunakan kepada Iran, dengan taktik sama seperti dilakukan presiden AS saat itu, George Bush.

Padahal, rujukan-rujukan untuk dalih menginvasi Iran tetap sama lemah dengan dalih yang dipakai untuk mendongkel Saddam Hussein pada 2003.

Bahkan Direktur Intelijen Nasional AS Tulsi Gabbard menyatakan Iran masih perlu bertahun-tahun lagi untuk bisa memproduksi senjata nuklir.

Tetap saja, Trump mengesampingkan asesmen anggota kabinetnya itu, dengan bersikukuh menyatakan Iran di ambang memproduksi senjata nuklir.

Israel apalagi. Netanyahu memakai kesimpulan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) sebagai dalih menyerang Iran pada 12 Juni 2025, yang kemudian memicu balasan dari Iran, sampai kini.

Baca juga: Antisipasi situasi di Iran, Kemenlu siapkan evakuasi WNI dari jalur darat


COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.