KemenPPPA minta DAK PPA tak dihapus hingga 2029

id KemenPPPA,DAK PPA,Dana Alokasi Khusus Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak,kekerasan terhadap perempuan dan anak,Arifa

KemenPPPA minta DAK PPA tak dihapus hingga 2029

Menteri PPPA Arifah Fauzi (kanan) didampingi Wamen PPPA Veronica Tan saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/7/2025). ANTARA/Anita Permata Dewi

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendesak agar Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) tetap dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026 hingga 2029.

Dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/7), Menteri PPPA Arifah Fauzi menyoroti absennya alokasi DAK PPA, baik fisik maupun nonfisik, dalam rencana anggaran mendatang.

“Dana Alokasi Khusus Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK PPA), baik fisik maupun nonfisik sudah tidak ada lagi. Padahal DAK PPA tersebut sangat dibutuhkan untuk membantu daerah menyediakan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” tegas Arifah.

Arifah menjelaskan bahwa hilangnya DAK PPA berpotensi memperlemah kemampuan daerah dalam merespons kasus-kasus kekerasan. Ia menyebut setidaknya tiga kasus nyata yang menjadi bukti urgensi alokasi anggaran tersebut.

Baca juga: Kekerasan seksual tertinggi di tanah air

Baca juga: Satu dari empat perempuan Indonesia pernah alami kekerasan

Salah satunya terjadi di Yogyakarta, melibatkan seorang mahasiswi yang menjadi korban kekerasan brutal oleh pacarnya. Kondisi korban sangat kritis setelah disiram air keras dan proses pemulihan membutuhkan dana besar.

“Seorang mahasiswi yang disiram air keras oleh pacarnya dan sampai saat ini kondisinya masih memprihatinkan. Ketika kami datang ke Yogyakarta 1,5 bulan lalu, dana yang terpakai sudah sebesar Rp400 juta karena korban setiap pekan harus mengganti perban dan ketika mengganti perban harus dibius total karena saking parahnya kondisinya,” papar Arifah.

Contoh lain datang dari Jawa Barat, di mana seorang perempuan menjadi korban kekerasan oleh oknum pengemudi ojek pangkalan.

“Sampai saat ini orang tua korban masih berutang kepada rumah sakit, sampai sekarang belum bisa dilunasi,” tambahnya.

Baca juga: Rumah aman perempuan dan anak korban kekerasan di Bantul dibenahi

Sementara itu, di Jakarta, seorang anak korban penelantaran dan kekerasan sudah menjalani tiga kali operasi di RS Polri Said Sukanto.

“Seorang anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya, yang sekarang ada di RS Polri. Per tanggal 3 Juni, biaya yang sudah dipakai adalah sebesar Rp157 juta. Anak ini tidak diketahui orang tuanya di mana sehingga kami harus mengambil alih apapun yang terjadi harus diselesaikan dulu, diprioritaskan dulu kesehatannya,” jelas Arifah.

Arifah meminta DPR RI, khususnya Komisi VIII, untuk memperjuangkan agar DAK PPA tetap menjadi bagian dari prioritas anggaran nasional. Menurutnya, keberadaan dana tersebut bukan hanya soal administratif, melainkan menyangkut perlindungan langsung terhadap warga negara yang menjadi korban.

Baca juga: Peneliti: Kasus kekerasan seksual di kampus ibarat gunung es

Baca juga: Mendiktisaintek: Pelanggaran di kampus akan ditindak sesuai aturan



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dukung tangani korban kekerasan, DAK PPA diminta tetap dialokasikan

Pewarta :
Editor: Nur Istibsaroh
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.