Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) akan melakukan validasi terhadap jumlah dan kebutuhan korban pelanggaran HAM berat sebagai langkah awal pelaksanaan Peta Jalan Menuju Penyelesaian Kasus-Kasus Pelanggaran HAM yang Berat di Masa Lalu yang diluncurkan di Jakarta, Senin.
Tenaga Ahli Menteri HAM Ifdhal Kasim menjelaskan berdasarkan dokumen Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu yang diserahkan ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM beberapa tahun lalu, terdata ada sekitar 7.000 korban pelanggaran HAM berat.
"Kementerian HAM akan memaksimalkan sumber daya yang ada untuk mengimplementasikan instruksi dalam peta jalan," kata Ifdhal dalam konferensi pers usai acara peluncuran peta jalan.
Ia mengatakan Peta Jalan Menuju Penyelesaian Kasus-Kasus Pelanggaran HAM yang Berat di Masa Lalu merupakan upaya pemerintah untuk melanjutkan kebijakan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang sudah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.
Adapun sebelumnya, penyelesaian pelanggaran HAM berat dilakukan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu.
Ifdhal menjelaskan hal yang akan ditindaklanjuti berupa program pemulihan yang telah diinstruksikan Keppres kepada 19 kementerian untuk melakukan pendampingan dan pemenuhan tanggung jawab terhadap hak para korban untuk pemulihan.
Dengan demikian, kata Ifdhal, peta jalan yang baru diluncurkan memberikan arahan mengenai cara yang akan ditempuh dalam menyelesaikan kasus tersebut dalam waktu dekat.
"Makanya di dalam laporan ini ada plan of action di belakangnya. Itu salah satunya untuk melakukan validasi terhadap korban," ucapnya.
Sementara dalam penyelesaian kasus melalui yudisial, Ifdhal menambahkan peta jalan menugaskan Kementerian HAM untuk memberikan arahan atau rujukan apabila proses hukum di Kejaksaan Agung mandek karena tidak adanya bukti atau saksi yang kuat.
Kementerian HAM juga akan memfasilitasi dialog antarkementerian mengenai penyelesaian pelanggaran HAM melalui yudisial, yang kini masih terus berjalan.
Meski proses nonyudisial terus diutamakan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat, Ifdhal menuturkan hal tersebut bukan berarti meniadakan proses yudisial.
"Apabila ditemukan bukti-bukti baru atau Kejagung sudah siap untuk membawa satu kasus ke pengadilan, maka akan dilakukan," tambah Ifdhal.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenham validasi jumlah dan kebutuhan korban pelanggaran HAM berat
